Laporan Tak Digubris, Warga Samarinda Gugat 12 Polisi dan Kepala Ombudsman

Gugatan itu bersumber dari suatu perkara yang pernah dilaporkan ke Polresta Samarinda, namun tidak direspon pihak kepolisian. Demikian juga Ombudsman RI perawakilan Kaltim

Yovanda Noni
Jum'at, 20 November 2020 | 10:31 WIB
Laporan Tak Digubris, Warga Samarinda Gugat 12 Polisi dan Kepala Ombudsman
Ilustrasi sidang. [Antara]

SuaraKaltim.id - Sebanyak 12 oknum polisi dan Kepala Ombudsman di Kalimantan Timur (Kaltim), digugat 6 orang warga Samarinda.

Salah satu penggugat, Hanry Sulistyo menyebut pihaknya mengadukan 12 oknum polisi dan kepala Ombudsman Kaltim sejak Oktober 2020.

Mereka terpaksa menggugat 13 orang tersebut, lantaran diduga menyalahgunakan kewenangan dan perbuatan melawan hukum.

Gugatan itu bersumber dari suatu perkara yang pernah dilaporkan ke Polresta Samarinda, namun tidak direspon pihak kepolisian.

Baca Juga:Polisi Bubarkan Pesta Pernikahan yang Menghadirkan Waria

“Kami mengadukan 13 orang tersebut ke PN Samarinda, karena diduga mereka sengaja tidak menggubris perkara yang kami laporkan,” kata Henry di samarinda.

Tidak tanggung-tanggung, sejak tahun 2017 ada 23 laporan lengkap dengan alat bukti yang memenuhi, sudah dilayangkan ke Polresta Samarinda.

Salah satunya tindak pidana pemalsuan surat, dugaan kesaksian palsu di Pengadilan Negeri Samarinda, dan beberapa dugaan tindak pidana lain.

“Ada kesaksian palsu pada perkara itu, bahkan karena kesaksian palsu itu membuat seseorang dipenjara bernama Achmad AR AMJ,” katanya di Samarinda.

Setelah tidak direspon, lanjut dia, pihaknya kemudian melaporkan kasus tersebut ke  Ombudsman Kaltim. Lagi-lagi, enam orang tersebut mengatakan tidak mendapat pelayanan yang diharapkan.

Baca Juga:Terciduk! Siswa SMA Pamer Seragam Polisi Curian ke Teman Sekolah

“Waktu itu kami berharap Ombudsman bisa memeriksa kenapa laporan warga mandek di Polresta. Alih-alih diperiksa, Ombudsman malah menghentikan aduan kami,” ujarnya.

Seharusnya, kata dia, 13 orang tergugat harus menghadiri sidang perdana pada 12 November 2020. Namun, tidak ada satu pun yang hadir.

“Saat hari sidang perdana, kami datang semua tergugat tidak hadir. Akhirnya kami  meminta hakim keluarkan putusan verstek dan mengabulkan gugatan sesuai dalam Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement,” jelasnya.

Namun, permintaan tersebut tak dikabulkan hakim. Hakim justru menjadwalkan ulang sidangnya pada 15 Desember 2020 nanti. Penggugat lantas kecewa dan mengadukan hal itu ke Pengadilan Tinggi.

“Kami kecewa. Hakim seolah seperti pengacara para tergugat. Hakim justru bertindak seolah mengklafikasi, tergugat enggak bisa hadir karena begini, enggak bisa hadir karena begitu dan lain-lain,” sebutnya.

Pengugat lain, Abdul Rahim  menyebut pihaknya telah mendatangi kepala Pengadilan Tinggi Kaltim, Jumat (13/11/2020).

“Kami datang ke Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim untuk sampaikan pengaduan kami. Karena ada perilaku hakim yang kami anggap lalai karena tidak mengabulkan putusan verstek,” tegas dia.

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Samarinda, Abdul Rahman Karim menjelaskan jika pada sidang pertama, tergugat tidak hadir maka hakim punya kewenangan untuk memanggil kembali.

Menurutnya, alasan PN Samarinda tidak mengabulkan putusan verstek karena harus bisa dibuktikan oleh tergugat meskipun tanpa dihadiri tergugat.

“Kita akan panggil kembali para tergugat, sesuai jadwal,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini