Sebagai bagian dari sikap penghormatan ini, media juga hendaknya tidak mengeskploitasi informasi, foto, atau video yang bisa menimbulkan trauma lebih lanjut bagi keluarga dan publik.
2.Jurnalis dan media hendaknya tetap memegang prinsip profesionalisme seperti diatur dalam pasal 2 Kode Etik Jurnalistik.
Salah satu prinsip bekerja secara profesional adalah dengan menggunakan sumber informasi yang kredibel dan kompeten.
Semangat untuk menggali informasi dari banyak sumber adalah hal yang baik untuk mencari kebenaran, namun pemilihan sumber tetap harus mempertimbangkan kredibilitas dan kompetensinya.
Baca Juga:Jangan Sebar Hoaks Seputar Musibah Pesawat Sriwijaya Air
Menggunakan sumber dari seorang “peramal” sebagai bahan berita kecelakaan seperti ini adalah tindakan yang kurang patut.
3.Media sebaiknya lebih fokus menjalankan fungsi “informatif” dan “kontrol sosial” dan menghindari sisi yang relevansinya jauh dari peristiwa, apalagi kalau sampai mengesankan tidak menghormati pengalaman traumatik keluarga korban.
Mengangkat soal gaji pilot atau awak penerbangan dan semacamnya mungkin bersifat informatif, tapi kurang tepat pada saat sekarang ini.
Kecuali ada indikasi kuat dalam proses penyelidikan bahwa itu menjadi faktor signifikan dalam kecelakaan. Akan lebih bermanfaat jika jurnalis dan media fokus pada memberi update terbaru tentang peristiwa sehingga bisa membantu publik, termasuk keluarga, dalam bertindak.
Jurnalis dan media juga perlu lebih mengungkap soal aspek tanggungjawab dari perusahaan dan otoritas penerbangan soal keamanan dan kelaikan pesawat, agar bencana serupa tak terulang di masa mendatang.
Baca Juga:Kisah 3 Orang Lolos dari Maut Sriwijaya Air Jatuh, Ajal Belum Memanggil
4.Jurnalis juga perlu tetap mengikuti protokol kesehatan dalam liputan kecelakaan Sriwijaya Air ini, dengan tetap memakai masker dan menjaga jarak fisik yang aman untuk menghindari penularan Covid-19.