SuaraKaltim.id - Komisi III DPRD Samarinda melakukan kunjungan ke lokasi tambang batu bara di wilayah Samarinda Utara, Jumat (15/10/2021). Rombongan bertolak dari Kantor DPRD Samarinda sekitar pukul 09.00 Wita, berisikan ketua dan tujuh anggota Komisi III DPRD Samarinda.
Kali ini, tinjauan menengok pertambangan batu bara di bawah konsesi PT Tiara Bara Borneo (TBB) di Jalan poros Samarinda-Bontang, Kelurahan Sungai Siring. Lokasinya berada tak jauh dari seberang Gapura Desa Pampang. Memasuki lokasi pertambangan, rombongan Komisi III DPRD disuguhi pemandangan kuburan milik warga yang tempatnya berdampingan dengan jalur hauling PT TBB. Tempat tersebut, bernama Kampung Agogo yang berdekatan dengan konsesi PT TBB.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani menjelaskan, berdasarkan tinjauan operasi pertambangan PT TBB berasal dari Izin Usaha Pertambangan (IUP). Memiliki satu lokasi penambangan atau pit dengan luas sekitar 500 hektar.
Menurutnya, PT TBB telah melakukan pengendalian air yang cukup baik. Meski demikian, pihaknya masih tak bisa memberikan penilaian langsung. Hasil tinjauan akan di konsultasikan kepada pihak terkait seperti Inspektorat Pertambangan Wilayah Kaltim, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV, hingga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) untuk selanjutnya dikaji lagi.
Baca Juga:Ada Robin Hood di Samarinda, Curi Uang Rp 6 Juta, Duitnya Dihambur ke Masyarakat
"Sistem penggalian mereka (PT TBB) kalau hujan di masukan dulu ke void, baru kemudian dialihkan ke steling pom (SP) dan diberi kapur, lalu di buang ke alam. Itu cukup baik," jelas Politisi PDI-Perjuangan itu usai tinjauan, dilansir dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, di hari yang sama.
Sementara itu, mengenai kampung Agogo di RT 1 Kelurahan Sungai Siring, Samarinda Utara. Dijelaskan olehnya bahwa daerah tersebut yang perlu diperhatikan oleh PT TBB. Sebab, air dari wadah steling pam (SP) perusahaan itu diketahui mengalir ke drainase yang melewati Kampung Agogo.
"Itu juga yang akan di konsultasikan. Air tadi sebagian masuk ke Kukar dan sebagian ke Samarinda," jelasnya.
Sebab itu, lanjutnya lagi, PT TBB juga menyelesaikan kegiatan pasca tambang sesuai dengan regulasi dengan membuat void sebagai kolam retensi pengendali air.
"Tapi tidak hanya sembarang buat. Harus di ukur berapa kapasitas air yang bisa ditampung," lanjutnya.
Baca Juga:Kenaikan Harga Batu Bara Hingga Migas Diprediksi Picu Inflasi Internasional
Terpisah, Kepala Teknik Tambang PT TBB Purnomo membeberkan, perusahannya beroperasi sejak 2009 lalu. Kendati, sempat vakum ketika harga batu bara internasional menurun. Pihaknya kembali beroperasi mulai 2019, ketika harga batu bara memberikan tanda-tanda kenaikan.
Ia menyatakan, mengenai steling pam dari lokasi penambangan pihaknya selama ini tak memengaruhi banjir di Kampung Agogo RT 1, Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara itu.
Dijelaskannya, kondisi kampung Agogo merupakan daerah cekungan, sehingga kerap mengalami banjir akibat limpahan air berasal dari daerah tinggi.
"Air itu dari atas. Kalau di kami saat hujan itu kami tampung dulu di void. Baru kemudian kami pompa saat hujan reda," tuturnya.
Ia membeberkan, pihaknya juga telah menjalankan tanggungjawab sosial atau dikenal Corporate Social Responsibility (CSR). Ia mengaku setiap satu bulan sekali memberikan dana sekitar Rp 1,5 juta kepada masyarakat untuk perawatan drainase. Sementara untuk kegiatan yang terbesar, pihaknya pernah menggelontorkan dana sekitar Rp 150 juta untuk jalur air dari operasi pertambangan.
"Soal tanggungjawab itu awalnya kami yang ingin membangunkan gorong-gorong. Tapi masyarakat tidak mau. Jadi masyarakat sendiri yang membuat, jadi kami hanya berikan dana," ucapnya.
Ia menegaskan, usai melakukan penggalian pihaknya sebisa mungkin tidak akan meninggalkan lubang tambang atau void.
Turut menambahkan, Penegak Hukum (Gakkum) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda, Erwin menyatakan telah menerima secara rutin per enam bulan sekali laporan dari PT TBB mengenai dampak lingkungan.
"DLH punya fungsi pengawasan terhadap kegiatan pertambangan. Kedua, dengan adanya RDP terkait banjir, kami sama-sama melihat lokasi tadi," katanya.
Ia menjelaskan, setiap kegiatan pertambangan terdapat dokumen lingkungan. Itu menjadi dasar pihaknya untuk memberikan arahan sekaligus melakukan pemantauan.
"Disitu kami lihat, kalau ada lahan yang dibuka harus di tutup kembali sesuai dengan AMDAL, yang sebelumnya disepakati perusahaan saat awal ingin beroperasi," tuturnya.
Dari pantauannya, terdapat lokasi penambangan PT TBB yang sudah dj reklamasi dan masih beraktivitas.
"Kami akan melakukan pemantaua secara berjadwal. Tadi kan ada 4 kolam steling pam ya, itu akan kami cek kembali nanti," imbuhnya.