SuaraKaltim.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur mendesak Presiden Joko Widodo membereskan tambang ilegal di Kalimantan Timur yang diduga menyeret sejumlah petinggi Polri.
"Jadi kondisinya sangat berat. Jadi bukan hanya membutuhkan komitmen Kapolri saya rasa, tapi komitmen Presiden," ujar Isnur di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (23/11/2022).
Isnur menyinggung pertemuan Presiden Jokowi dengan para pejabat tinggi Polri di Istana Negara beberapa waktu yang lalu.
"Presiden harus punya pengetahuan jadi bukan hanya sekedar Pak Jokowi itu polisi tolong dikurangi pakaiannya, gaya hidupnya, bukan itu. Tapi praktik-praktik beking, praktik bisnis yang mereka lakukan itu harus dihentikan semua menjadi standar tertentu, standar utama dalam tugas kepolisian," kata Isnur.
Penyelesaian masalah tambang ilegal di Kalimantan Timur dinilai Isnur sudah mendesak dilakukan.
"Ini adalah hal yang sangat mendesak karena negara Indonesia didirikan atas dasar permasalahan ketidakadilan dan kemanusiaan itu paragraf pertama," ujar Isnur.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto menilai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menangkap Ismail Bolong tanpa ada langkah konkret.
"Tanpa ada langkah-langkah konkret dan tegas, sekadar (perintah) menangkap Ismail Bolong yang hanya operator lapangan. Sulit untuk percaya bahwa kapolri konsisten untuk bersih-bersih internalnya, apalagi menyangkut beberapa nama perwira tingginya," kata Bambang dalam laporan Antara.
Perintah penangkapan terkait video yang berisi pengakuan Ismail Bolong tentang uang koordinasi kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Baca Juga:Perintah Kapolri Menangkap Ismail Bolong Dinilai Tanpa Ada Langkah-langkah Konkret dan Tegas
Bambang menambahkan yang menarik untuk dicermati dan menimbulkan pertanyaan terkait kasus itu adalah mengapa perintah kapolri itu baru muncul sekarang.
Selain itu, dia juga mempertanyakan mengapa surat rekomendasi kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, yang kala itu dijabat Ferdy Sambo, pada tanggal 7 April 2022 malah membebaskan Ismail Bolong dan semua nama pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Bambang mengatakan penangkapan Ismail Bolong hanya langkah awal dan tidak bisa berhenti di situ saja. Menurut dia, harus ada pemeriksaan terhadap semua nama terkait, termasuk mantan kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo yang menandatangani surat pemeriksaan dan rekomendasi.
"Problem-nya adalah siapa yang akan memeriksa? Bila hanya internal, tentu akan diragukan obyektivitasnya," kata Bambang.
Dia juga mencermati surat rekomendasi kepala Divisi Propam Polri tersebut apakah diketahui dan dibaca kapolri.
"Kalau benar tidak membaca surat sepenting itu, jelas ada problem pada kapolrinya; dan itu juga layak untuk diselidiki," kata dia.
Bambang juga mengkritisi mengapa surat tanggal 7 April 2022 itu hanya merekomendasikan soal manajerial dan tidak mengusut pelanggaran etik maupun pidana terhadap Ismail Bolong dan nama-nama terkait.
"Dan menjadi ironis, Ismail Bolong malah bisa pensiun dini," tambahnya.
Bambang mengatakan video Ismail Bolong dan terbukanya surat kepala divisi Propam Polri tertanggal 7 April 2022 itu adalah pukulan telak terhadap praktik-praktik korupsi, dan kolusi di internal Polri.
Menurut dia, perintah kapolri untuk menangkap Ismail Bolong itu tidak bisa menutupi fakta bahwa ada aliran dana dari Ismail Bolong kepada para perwira tinggi dan perwira menengah Polri.
Bahkan, kata dia, pencopotan Kapolda Kaltim Irjen Pol. Hery Rudolf Nahak pada Desember 2021 juga bukan merupakan sanksi, melainkan mutasi biasa dan bisa dipersepsikan sebagai promosi karena mendapat jabatan sebagai kepala sekolah staf dan pimpinan.
"Ismail Bolong itu ditangkap soal apa? Dia sudah pensiun dini dan disetujui. Artinya, dia sudah warga sipil biasa. Penangkapan tanpa ada bukti-bukti tindak pelanggaran itu pelanggaran HAM (hak asasi manusia)," kata Bambang.
Sementara itu, Antara sempat mengonfirmasi kepada Listyo Sigit Prabowo terkait perintah untuk menangkap Ismail Bolong. Hingga berita ini ditulis, Listyo Sigit belum memberikan konfirmasi.
Demikian pula Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo tidak merespons pertanyaan terkait perintah kapolri untuk menangkap Ismail Bolong.
Sementara itu juga, saat skors sidang pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11), Ferdy Sambo mengonfirmasi surat penyelidikan tentang pengusutan dugaan suap tambang batu bara seperti diungkap Ismail Bolong.