Sepulangnya dari Jepang, Inche Moeis kemudian menjadi pengurus partai politik lokal pendukung Republik bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda.
Kontroversi Inche Moeis
Sosok Inche Moeis sempat terlibat dalam sebuah kontroversi pada tahun 1947 saat ia ditunjuk sebagai Ketua Front Nasional.
Kala itu, ia tidak lama menjabat dan diberhentikan karena sikapnya yang mendukung pembentukan Negara Federal Kalimantan buatan Van Mook.
Baca Juga:Kiprah dan Perjuangan Politik Abdoel Moeis Hassan untuk Kaltim
Momen itu terjadi dalam Konferensi ke-3 Ikatan Nasional Indonesia (INI) tahun 1947, dimana Inche Moeis melontarkan kata "bodoh" kepada pihak yang tidak setuju dengan pembentukan Negara Federal Kalimantan buatan Van Mook.
Kemudian, ucapan Inche Moeis menyebabkan para pengurus INI marah hingga seorang anggota INI Cabang Balikpapan bernama Karim Pajau menuduh I.A. Moeis sebagai pengkhianat.
Setelahnya, kedudukan Ketua Front Nasional kemudian digantikan oleh pejuang Republiken Samarinda bernama Abdoel Moeis Hassan.
Karena berada dalam satu jaman dan sama-sama pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur, sosok Inche Moeis ini dijukuki sebagai Moeis Tinggi dan Abdul Moeis dijuluki Moeis Kecil karena perbedaan postur badan keduanya.
Meski sempat menuai kontroversi, pada tahun 1949, sosoknya sempat menjadi anggota delegasi di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda, mewakili Kalimantan Timur.
Baca Juga:Sosok Abdoel Moeis Hassan, Mantan Gubernur Kaltim yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Kemudian di tahun 1950-an, kiprah Inche Moeis di dunia politik semakin berkembang setelah ia tercatat sebagai pengurus DPP PNI di Jakarta.