SuaraKaltim.id - Jadwal pemeriksaan tersangka kasus asusila oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) yang harusnya digelar pada Kamis (28/12/2023) kemarin harus ditunda hingga Rabu (3/1/2024) mendatang. Hal itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Bontang Iptu Hari Supranoto saat dikonfirmasi jaringan SuaraKalttim.id.
Katanya, pagi lalu kuasa hukum tersangka mendatangi kantor untuk melakukan penjadwalan ulang. Untuk meyakinkan penyidik Kuasa Hukum juga melampirkan surat dari pihak dokter.
"Tidak jadi diperiksa hari ini. Karena alasan kesehatan. Kuasa Hukum udah datang bawa surat dokter. Kita jadwal ulang pada Rabu (3/1/2024)," kata Iptu Hari disadur dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara,com, Sabtu (30/12/2023).
Lebih lanjut, polisi juga menghargai adanya upaya penjadwalan ulang. Sebab saat tidak ada bukti surat sakit maka bisa dikatakan tersangka mangkir pada pemanggilan pertama.
Baca Juga:Dilaporkan Kasus Pelecehan Santri, Pimpinan Ponpes Bakal Lapor Balik
"Jadi dia tidak mangkir karena alasan kesehatan. Kita hargai itu. Hari ini tidak ada pemeriksaan," sebutnya.
Pimpinan Ponpes di Bontang Jadi Tersangka Pelecehan Seksual Santri
Pimpinan Ponpes yang dilaporkan atas dugaan kasus pelecehan seksual ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik Polres Bontang mengantongi 2 alat bukti kuat usai pemeriksaan.
Hal itu disampaikan Kapolres Bontang AKBP Yusep Dwi Prastiya melalui Kasat Reskrim Iptu Hari Supranoto belum lama ini.
"Kita tetapkan tersangka sehari setelah dimintai keterangan, Jumat (22/12/2023) kemarin. Nanti akan kita jadwalkan pemanggilan lagi dengan status sebagai tersangka," ungkapnya, disadur, Minggu (24/12/2023).
Kasat Hari mengatakan, pimpinan Ponpes tak langsung ditahan menyusul penetapan tersangka. Penyidik akan memanggil yang bersangkutan terlebih dahulu.
"Kita sudah surati tersangka untuk datang dipemeriksaan kedua. Kita jadwalkan Kamis, (28/12/2023)," ungkap Kasat Hari.
Penyidik menilai pimpinan Ponpes telah melanggar Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 , Tentang Perubahan Atas Kedua UU RI Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Dengan pasal tersebut tersangka diancam pidana penjara maksimal 15 tahun.
"Kita tetap antisipasi (tak kabur-red). Semoga tidak," jelasnya.