SuaraKaltim.id - Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Hindu tertua Indonesia terletak di Kalimantan Timur yang berpusat di Muara Kaman.
Ada banyak catatan mengenai sejarah perkembangan nama kerajaan Martapura hingga Kutai Kertanegara yang membingungkan publik.
Terlebih soal nama kerajaan keduanya yang kemudian disatukan menjadi kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura.
Lantas bagaimana cerita yang sebenarnya dari nama dua kerajaan yang berada di Kalimantan Timur ini?
Baca Juga:BMKG: Jumlah Titik Panas Kaltim Turun Jadi 28
Dikutip dari buku Salasilah Kutai dari A. Adham, dalam catatan Memori Kutai dari salinan A. Demang Kedaton menjelaskan kerajaan di Kalimantan Timur ini awalnya dibangun oleh keturunan dinasti Sailendra.
Tetapi catatan dalam Memori Kutai itu tidak mengandung kebenaran. Hal itu lantaran raja-raja keturunan Sailendra berkuasa di Jawa Tengah selama kurang lebih satu abad lamanya, kira-kra dari tahun 750-850 Masehi.
Sedangkan menurut batu-batu bersurat atau prasasti-prasasti berbentuk yupa yang terdapat di kerajaan Hindu itu disimpulkan di sekitar tahun 400 Masehi di Kalimantan Timµr sudah ada sebuah kerajaan.
Artinya jelas bahwa Kerajaan Hindu ini tidak mungkin dibangun oleh dinasti Sailendra.
Sebab berdirinya dinasti itu sesudah tiga abad Kudungga mendirikan kerajaan Hindu itu.
Baca Juga:49 Titik Panas Baru di Kaltim, Masyarakat Diminta Waspada Karhutla
Drs. Asli Amin kemudian dalam karangannya yang berjudul "Pertumbuhan Kerajaan Kutai ing Martapura", menyebut kerajaan Hindu itu dengan nama Kerajaan Kutai Martapura.
Sebutan ini terdapat pula dalam buku "Propinsi Kalimantan" terbitan Kementerian Penerangan RI tahun 1953.
Sayangnya, hal itu dibantah oleh C.A. Mees dalam bukunya "De Kroniek van Koetai" yang mengatakan tidak pernah koloni Hindu di Muara Kaman itu dinamakan Kutai.
Nama Kutai baru dikenal sejak kolonisasi Jawa pada abad XIV atau 14 di muara sungai Mahakam dan yang dimaksudkannya adalah Kerajaan Kutai Kertanegara.
Kemudian cerita bermula saat Kerajaan Kutai Kertanegara ini berada di bawah pemerintahan Raja Pangeran Sinum Panji Mendapa dalam abad XVII atau 17.
Ia memperluas wilayahnya ke pedalaman Mahakam Kerajaan yang berkedudukan di Muara Kaman itu untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya, sehingga terjadilah peperangan besar antara kerajaan pesisir dan kerajaan pedalaman di Kalimantan Timur.
Kekalahan berada di pihak Kerajaan yang berada di pedalaman ini dan wilayahnya dimasukkan dalam kerajaan yang berpusat di muara Mahakam itu.
Akhirnya kekalahan itu membuat Rajanya menambah gelar dengan menamakan dirinya Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura.
Demikian pula raja-raja selanjutnya menambah gelar "ing Martapura" di belakang namanya.
Alhasil, drs. Anwar Soetoen dalam tulisan berjudul "Sejarah Singkat Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai" tidak memakai istilah Martapura akan tetapi Marta di Pura.
Ada kemungkinan hal itu untuk menjelaskan bahwa istilah itu terjadi dari 2 kata. Mengenai kata Ing berasal dari bahasa Kawi yang berarti "di" atau "dalam".
Setelahnya pengaruh Islam masuk ke dalam tata pemerintahan Kerajaan Kutai secara mendalam maka nama Raja berubah sama sekali, demikian juga gelarnya.
Sejak itu "ing Martapura" tidak dipakai dan yang dipakai ialah gelar al Khalifatul Mu'minin.
Kesimpulannya, kerajaan yang berdiri sejak abad V di pedalaman Mahakam bernama MARTAPURA.
Sementara kerajaan yang berkedudukan di muara sungai Mahakam sejak abad XIV bernama KUTAI KERTANEGARA.
Kemudian sesudah Kerajaan yang berpusat di pedalaman itu ditaklukkan dan disatukan dengan kerajaan pantai pesisir itu, maka dinamakan KERAJAAN KUTAI KERTANEGARA ING MARTAPURA dalam abad XVII atau 17.