Menelisik Unsur Budaya Islam dalam Kegiatan Festival Adat Erau

Erau di Kukar mengandung nilai dan fakta historis yang shahih.

Denada S Putri
Selasa, 19 Maret 2024 | 03:00 WIB
Menelisik Unsur Budaya Islam dalam Kegiatan Festival Adat Erau
Ngulur Naga di Festival Erau. [Ist]

SuaraKaltim.id - Sejarah Erau tak terlepas dari kejadian lahirnya Aji Batara Agung Dewa Sakti,  pendiri dari Kerajaan Kutai Kartanegara (Kukar) yang memerintah dari tahun 1300 hingga 1325.

Tradisi masyarakat Kutai yang sering diucapkan dengan istilah Erau di Kukar mengandung nilai dan fakta historis yang shahih.

Bahkan kelahiran dari Aji Batara Agung Dewa Sakti ini ditulis sebuah kitab dalam bentuk bahasa Arab Melayu yang mengisahkan tentang kehidupan raja-raja Kutai Kertanegara.

Salah satu kisah yang dituliskan adalah kisah lahirnya dan kehidupan Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Baca Juga:Geger Masyarakat Adat Pamaluan Kena Ultimatum untuk Pindah dari Kawasan IKN: Hanya untuk Kepentingan Elit kah?

Menurut sejarah, Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun.

Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kukar yang pertama, Erau selalu diadakan setiap terjadinya penggantian atau penobatan Raja Kukar.

Dalam perkembangannya, upacara Erau selain sebagai upacara penobatan Raja, juga untuk pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.

Setelah Kerajaan Kutai ini berubah dan menjadi Kesultanan, bagaimana unsur Islam dalam sejarah Erau?

Adapun seperti diketahui, Islam sangat menghargai dan menghormati akan adat istiadat yang berlaku di suatu masyarakat.

Baca Juga:Keunikan Pakaian Takwo, Baju Adat Bangsawan Kutai yang Sederhana

Hal ini tercantum di dalam kaidah Ushul Fiqh yang menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan adat, dalam Ushul Fiqh terdapat pembahasan masalah adat atau disebut pula dengan 'Urf.

Dalam ushul tersebut dijelaskan bahwa adat bisa menjadi sebuah hukum apabila memenuhi ketentuan-ketentuan syariat Islam.

Mengenai sejarah lahirnya Erau, ada beberapa poin yang sangat menarik untuk dikaji menurut pandangan pemikiran atau menurut fiqh Islam.

Salah satu poin tersebut adalah tentang prosesi Tijak Tanah dan mandi ke Tepian yang dilakukan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti ketika berusia 5 tahun.

Di dalam prosesi Tijak Tanah dan diikuti dengan mandi ke Tepian, seseorang harus mengkorbankan beberapa orang untuk dijadikan korban.

Biasanya, obyek yang akan dijadikan korban adalah beberapa kepala manusia baik laki-laki maupun perempuan, dan juga beberapa kepala kepala kerbau jantan maupun bentina.

Menurut pandangan Islam hal ini sangat jelas bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam tentang larangan membunuh seseorang, terlebih membunuh itu untuk dijadikan sebuah korban pada sebuah tradisi ritual.

Sehingga, sejak Islam masuk ke dalam kerajaan dan berubah menjadi kesultanan, tradisi Tijak Tanah tidak lagi berlaku.

Sementara, prosesi tambahannya adalah melakukan khataman Al-Quran kemudian doa haul jama' oleh kerabat beserta para tokoh agama dan para habaib  untuk mendoakan para leluhur sultan terdahulu yang sudah berpulang maupun kerabat yang telah meletakkan pondasi adat istiadat serta budaya di kesultanan.

Kontributor: Maliana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini