Menelusuri Jejak Austronesia pada Kepercayaan Kaharingan di Suku Dayak

Kelompok migrasi ini membawa suku Dayak menjadi etnis dengan ciri khas tertentu.

Eviera Paramita Sandi
Rabu, 29 Mei 2024 | 17:51 WIB
Menelusuri Jejak Austronesia pada Kepercayaan Kaharingan di Suku Dayak
Umat Hindu Kaharingan melaksanakan ibadah basarah dengan menerapkan jaga jarak fisik di Balai Basarah, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (16/7/2020) malam. [ANTARA FOTO/Makna Zaezar]

Dalam konsep Kaharingan, sebuah kematian dianggap sebagai masa transisi dimana roh yang meninggal dunia harus dipersiapkan dan diantarkan menuju ke alam roh.

Sementara untuk sampai ke alam roh yang mereka percaya berada di Gunung Lumut itu, si arwah harus melalui beberapa perjalanan yang panjang dan penuh rintangan.

Perjalanan arwah dimulai ketika orang meninggal dunia dikuburkan dalam tanah dengan wadah kubur berupa raung atau peti mati berbentuk perahu.

Mereka percaya, arwah menuju ke alam roh harus menaiki perahu, karena untuk menuju ke gunung harus melewati sungai besar atau laut.

Baca Juga:Kehidupan Suku Aborigin Formosa di Taiwan yang Mirip Suku Dayak di Kalimantan

Kemudian, proses penguburan orang Dayak berorientasi barat timur dengan posisi kepala berada di sebelah timur sehingga ketika bangun menghadap ke barat.

Arah Barat sebagai sebagai arah matahari terbenam merupakan simbol arah kematian. Pada masa kemudian, ada gelombang kedatangan orang Austronesia yang mengenal penguburan dengan wadah menyerupai bentuk perahu.

Wadah penguburan tersebut masih berlangsung hingga kini, sekaligus menjadi simbol kendaraan arwah.

Dalam upacara adat Kaharingan, arwah leluhur hadir dengan menggunakan kendaraan berupa perahu arwah, jadi keberadan perahu ini juga berkaitan dengan perjalanan leluhur.

Kontributor : Maliana

Baca Juga:Sejarah Mandau, Ternyata Berasal dari Nama Orang yang Pertama Kali Membuatnya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini