SuaraKaltim.id - Legenda kutukan ini berawal dari kehidupan dan kepemimpinan Raja Martadipura yang sudah ada sekitar tahun 400 Masehi dengan pusat kerajaannya berada di Muara Kaman, Kalimantan Timur.
Kala itu, Kerajaan itu mempunyai wilayah yang sangat luas, mulai dari pantai muara Mahakam hingga jauh ke pedalaman, sampai ke negeri Sendawar di dataran tinggi Tunjung.
Kerajaan tersebut sangat makmur dan kaya akan sumber daya alam, berupa hasil bumi dari hutan dan sungai.
Dalam mengurus pemerintahannya, Raja Kudungga dibantu mahapatih, para panglima, dan puluhan pendeta Hindu yang didatangkan dari India.
Baca Juga:Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Siap Pindah ke IKN Kalimantan pada Juli 2024, Tapi Ada Syaratnya
Pendeta tersebut bertugas menjadi pembimbing kerohanian untuk bangsawan maupun rakyat jelata hingga menjadi penasihat Raja Kudungga.
Sang Raja memerintah dengan sangat bijaksana dan sering mengunjungi rakyatnya ke daerah-daerah dan melihat langsung keadaan mereka.
Sang Raja juga sering mengunjungi rakyatnya tanpa disertai pengawal dan menyamar sebagai rakyat biasa. Jadi, keluhan dari rakyatnya dapat diketahui secara langsung tanpa menunggu laporan dari bawahannya.
Suatu ketika sang Raja mendapat informasi bahwa salah seorang kerabat bangsawan, yaitu menteri kerajaan, melakukan korupsi dengan melakukan pungutan liar kepada para pedagang dan pengusaha.
Siapa pun yang berurusan dengan menteri tersebut tidak akan berhasil jika tidak memberi pungutan liar itu. Alhasil perbuatan menteri tersebut diketahui oleh Raja Kudungga.
Baca Juga:Siapa Baddit Dipattung? Raja Pertama Berau yang Dikenal Bijak dan Tampan
Raja kemudian meminta agar harta milik kerajaan dan rakyat yang diambil menteri kerajaan itu diserahkan kembali.
Sayangnya menteri tersebut tidak memedulikan perintah sang Raja dan justru mengangkut harta jarahan dari pungutan liar itu ke luar Muara Kaman.
Raja sangat murka atas perbuatan menteri tersebut hingga mengeluarkan kutukan yang dikabulkan oleh sang Dewata.
Saat menteri, keluarga, dan pengikutnya kabur dengan perahu di laut, alam pun menyambut kemurkaan sang Raja dan bergejolak.
Petir menyambar dan menghancurkan perahu hingga semua penumpang dan harta yang dibawanya tenggelam ke dasar laut.
Kontributor : Maliana