Kisah Pilu Sadar, Nelayan Balikpapan yang Kehilangan Mata Pencaharian Akibat Kerusakan Lingkungan

Sadar mengenang masa lalu ketika perairan Teluk Balikpapan masih jernih dan penuh kehidupan.

Denada S Putri
Minggu, 09 Juni 2024 | 13:45 WIB
Kisah Pilu Sadar, Nelayan Balikpapan yang Kehilangan Mata Pencaharian Akibat Kerusakan Lingkungan
Saat para nelayan menggelar aksi untuk menyampaikan tuntutannya di depan kawasan industri di Pantai Lango. [kaltimtoday.co]

SuaraKaltim.id - Suasana di Teluk Balikpapan lebih ramai dari biasanya. Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur (Kaltim) berkumpul untuk menyuarakan protes. 

Massa aksi menuntut keadilan atas kerusakan lingkungan yang menghancurkan mata pencaharian mereka. Di antara mereka, berdiri Sadar, seorang nelayan berusia 45 tahun yang juga Koordinator Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan se-Pantai Lango.

Sadar mengenang masa lalu ketika perairan Teluk Balikpapan masih jernih dan penuh kehidupan. Ia dan rekan-rekannya bisa menangkap ikan dengan mudah tanpa gangguan. Namun, kehadiran industri besar mengubah segalanya. 

"Sekarang ada perubahan di nelayan, karena hasil tangkapnya menurun, mereka mencari alternatif dengan 'rakkang bubu' (alat tangkap yang terbuat dari anyaman bambu) kepiting lagi. Jadi berubah, di sela-sela pohon mangrove itu nelayan kita mencari kepiting," tuturnya dengan nada berat, dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu (09/06/2024).

Baca Juga:Balikpapan, Kota Ramah Lingkungan yang Dipuji Presiden Jokowi

Aktivitas industri yang semakin masif telah merusak habitat ikan di Teluk Balikpapan. Perusahaan-perusahaan besar melarang para nelayan mendekati area-area tertentu, membuat mereka terdesak ke wilayah tangkapan yang lebih jauh dan berbahaya. 

"Kalau untuk yang dibutuhkan nelayan itu kalau bisa dari pihak perusahaan itu ada kompensasinya lah buat nelayan supaya bisa sama-sama berjalan. Kalau bisa jangan ditegur lah kalau ada orang mancing di situ, karena sebelum ada perusahaan kita sudah mencari ikan di situ," jelasnya.

Cerita Sadar bukanlah satu-satunya. Banyak nelayan di Teluk Balikpapan mengalami hal serupa. Mereka kerap diusir dari wilayah tangkapan mereka, bahkan kadang menghadapi perlakuan kasar.

“Kejadian selain diusir, kita pernah dilempar helm nelayannya, bahkan sampai sekarang masih ada helm pekerjanya,” kenangnya dengan nada pahit.

Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas industri juga mempengaruhi kualitas air di Teluk Balikpapan. Dulu, kata Sadar, airnya jernih dan penuh kehidupan. Sekarang, airnya keruh dan sulit untuk mencari ikan. 

Baca Juga:Rakernas APEKSI XVII, Jokowi Dorong Pembangunan Kota Masa Depan yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

"Sekarang juga kan hulu-hulu Teluk Balikpapan ini ditutup, area tangkap nelayan jadi berkurang. Terlebih, airnya sekarang keruh, dulu kan jernih, namun karena adanya dorongan-dorongan perusahaan, air itu keruh. Ada perubahan kualitas air, kalau keruh susah untuk mencari ikan," ungkap Sadar dengan rasa frustasi.

Siang itu, para nelayan dan KMS Kaltim menyuarakan kegelisahan mereka. Massa aksi berdiri teguh, menuntut keadilan dan perlindungan dari pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang telah merusak lingkungan hidup mereka. 

Aksi ini bukan hanya untuk memperingati Hari Laut Dunia, tetapi juga sebagai simbol perjuangan masyarakat pesisir yang terancam oleh arus pembangunan dan industrialisasi yang tidak berkelanjutan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini