SuaraKaltim.id - Praktik jual-beli buku untuk para murid di sekolah, masih menjadi polemik hingga saat ini di Kota Tepian. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pengamat Pendidikan Universitas Mulawarman, Susilo menyarankan, agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda memaksimalkan pengawasan di sekolah.
"Modus jual beli buku memang sering terdengar, dan fakta di lapangan itu masih ada. Dinas pendidikan harus lebih memaksimalkan pengawas di sekolah untuk mengawasi praktek tersebut," ujar Susilo, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Rabu (31/07/2024).
Susilo menilai, secara aturan memang sekolah tidak diperkenankan memperjualbelikan buku paket kepada para murid. Sebab, Dana BOS telah mengakomodir buku paket tersebut secara gratis.
"Untuk buku penunjang, guru tidak boleh memaksa para murid untuk membelinya. Apalagi menjual buku paket yang didistribusikan lewat Dana BOS," bebernya.
Lebih lanjut, Susilo mengakui bahwa praktik jual-beli buku seringkali sulit untuk dibuktikan. Diperlukan bukti yang kuat agar kasus ini bisa dilaporkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
"Soal pembuktian praktik tersebut, memang agak sulit. Karena harus ada bukti seperti transaksi tertulis, ataupun surat dari sekolah yang mewajibkan untuk membeli buku tersebut. Baru lah dinas bisa menindaklanjuti," imbuhnya.
Berdasarkan PP 17/2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, pasal 181 disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan dilarang untuk menjual buku pelajaran, memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar, dan lain sebagainya.
"Intinya, jual-beli buku paket itu dilarang. Karena itu dari Dana BOS," tegas Asli Nuryadin selaku Kepala Disdikbud Kota Samarinda.
Asli juga mengimbau kepada seluruh orang tua murid serta masyarakat, jika melihat praktek jual-beli buku di sekolah, jangan takut untuk melaporkan kepada dinas terkait.
"Bisa dilaporkan ke kami, agar bisa ditindaklanjuti. Dengan catatan, ada bukti terkait praktek tersebut," tutur Asli.