SuaraKaltim.id - Kelompok aktivis lingkungan Extinction Rebellion (XR) Bunga Terung menggelar aksi pagi ini di depan kantor gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) bertepatan dengan hari terakhir pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim (COP 29) dan menjelang debat ketiga Pilkada Serentak 2024.
Dalam aksi yang berlangsung pada Jumat (22/11/2024) pagi tersebut, XR Bunga Terung mengkritik para calon kepala daerah di Kaltim yang dinilai abai terhadap isu krisis iklim.
Mengutamakan keadilan iklim dalam setiap kebijakan daerah untuk memastikan akses sumber daya alam yang adil bagi masyarakat. Menghentikan ekspansi industri ekstraktif yang merusak lingkungan, termasuk perlindungan hutan, lahan gambut, dan wilayah tangkapan air.
Lalu, mengadopsi solusi berbasis lokal untuk mengatasi krisis iklim, bukan hanya mengandalkan kebijakan nasional atau global dan menantang kepala daerah terpilih agar berani mengambil langkah nyata dalam menangani krisis iklim merupakan beberapa tuntutan yang mereka suarakan.
Baca Juga:Hak Masyarakat Adat di Ujung Tanduk, Koalisi Sipil Kaltim Mengecam Kekerasan di Paser
Windasari, Juru Bicara XR Bunga Terung, menyebut dua debat sebelumnya tidak membahas sama sekali soal krisis iklim, meski Kaltim merupakan wilayah yang terkena dampak nyata perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan kenaikan suhu.
“Selama dua debat Pilkada kemarin, tidak ada calon yang membahas solusi untuk krisis iklim. Padahal, Kalimantan Timur ini dikenal sebagai ‘Heart of Borneo’ dan memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan iklim global,” ujar Windasari, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Minggu (24/11/2024)
Menurutnya, para calon kepala daerah terjebak pada isu populis seperti infrastruktur, bantuan pendidikan, dan kesehatan, tanpa gagasan nyata untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Mereka dinilai hanya mengandalkan kebijakan nasional atau bantuan internasional tanpa melibatkan solusi berbasis lokal.
“Para calon kepala daerah lebih memilih mengobral janji populis untuk mendulang suara, sementara persoalan lingkungan dan krisis iklim menjadi isu pinggiran,” katanya.
XR Bunga Terung juga menyoroti ketimpangan yang disebabkan oleh kebijakan berbasis industri ekstraktif di Kaltim, termasuk tambang batu bara dan perkebunan besar, yang dinilai merusak lingkungan dan tidak memberikan ketahanan terhadap perubahan iklim bagi masyarakat lokal.
Baca Juga:AMAN Kaltim: Copot Kapolres Paser, Tuntaskan Kasus Penyerangan di Muara Kate
Windasari menegaskan, XR Bunga Terung akan terus mengajak masyarakat untuk menyuarakan dampak perubahan iklim di Kaltim.
“Kami tidak akan lelah berteriak lantang menantang kepala daerah terpilih agar tidak larut dalam paradigma ekonomi ekstraktif yang menyengsarakan rakyat,” tegasnya.
Dalam konteks global, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyebut pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kaltim sebagai respons terhadap dampak perubahan iklim yang mengancam Jakarta. Namun, XR Bunga Terung mengkritik klaim tersebut, menyebut Kaltim sendiri menghadapi tantangan besar akibat eksploitasi sumber daya alam yang masif.
“Provinsi ini pernah mendeklarasikan diri sebagai ‘Provinsi Hijau’, tetapi kenyataannya pertumbuhan ekonominya masih ditopang oleh industri ekstraktif yang justru memperparah krisis iklim,” tambah Windasari.
Windasari bilang, aksi XR Bunga Terung ini menjadi pengingat bahwa Kaltiim membutuhkan pemimpin yang berpihak pada lingkungan dan rakyat, bukan hanya kepentingan ekonomi jangka pendek.