Hak Masyarakat Adat di Ujung Tanduk, Koalisi Sipil Kaltim Mengecam Kekerasan di Paser

Ketegangan di Dusun Muara Kate bermula dari penolakan warga terhadap aktivitas tambang yang menggunakan jalan umum untuk pengangkutan batubara.

Denada S Putri
Senin, 18 November 2024 | 18:30 WIB
Hak Masyarakat Adat di Ujung Tanduk, Koalisi Sipil Kaltim Mengecam Kekerasan di Paser
Aksi demontrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Senin (18/11/2024). [Presisi.co]

SuaraKaltim.id - Ratusan massa dari Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim pada Senin (18/11/2024). Demonstrasi ini digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat adat di Dusun Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, yang menjadi korban kekerasan pada Jumat (15/11/2024).

Peristiwa tragis itu menewaskan Rusel (60) dan melukai Anson (55), yang masih dirawat intensif di RS Panglima Sebaya. Biro politik Kebijakan dan Advokasi Hukum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim sekaligus Koordinator aksi, Dede Wahyudi menegaskan, protes ini bukan hanya menunjukkan solidaritas tetapi juga kekecewaan terhadap pemerintah daerah dan aparat yang dianggap lamban menyelesaikan konflik.

“Kami mendesak pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan konflik ini. Sudah terlalu banyak korban, dan ini bukan pertama kalinya terjadi,” ujar Dede, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com di hari yang sama.

Ketegangan di Dusun Muara Kate bermula dari penolakan warga terhadap aktivitas tambang yang menggunakan jalan umum untuk pengangkutan batubara. Konflik memuncak sejak kecelakaan pada 26 Oktober 2024, yang menewaskan Pendeta Veronika Fitriani akibat truk pengangkut batubara.

Baca Juga:Kekerasan di Paser: Polda Kaltim Buru Pelaku, JATAM Desak Cabut Izin PT MCM

Sebelumnya, warga juga sempat memblokade jalan pada Desember 2023, tetapi aksi itu diabaikan perusahaan. Pekan lalu, insiden berdarah kembali terjadi di pos penjagaan hauling batubara yang didirikan warga. Konflik ini menunjukkan kurangnya langkah preventif dari aparat keamanan, meskipun potensi eskalasi sudah terdeteksi sejak lama.

Dede menyebut, pemerintah seolah saling melempar tanggung jawab, sehingga masyarakat adat merasa tidak dilindungi.

“Negara harus hadir menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat. Tapi, yang terlihat, justru pembiaran,” katanya.

Dalam aksi yang berlangsung damai itu, massa membawa sejumlah tuntutan. Pertama, pencopotan Kapolda Kaltim dan Kapolres Paser. Para demonstran menganggap, aparat dianggap lalai mencegah eskalasi konflik dan membiarkan kekerasan terjadi.

Kedua, langkah konkret penyelesaian konflik. Pemerintah diminta segera memediasi dan menyelesaikan masalah dengan mengutamakan hak-hak masyarakat adat.

Baca Juga:Kekerasan di Pos Hauling Paser, JATAM Desak Pencabutan Izin PT MCM

Ketiga, perlindungan masyarakat adat. Pemerintah diminta menjamin hak masyarakat atas tanah dan lingkungan hidup yang sehat.

Selain orasi, massa juga menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan kekejaman terhadap pejuang lingkungan hidup. Dede menekankan, pemerintah harus menunjukkan keberpihakan pada rakyat, bukan pada korporasi.

“Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah harus bertanggung jawab. Jangan ada lagi korban,” tegasnya.

Koalisi menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Masyarakat di Dusun Muara Kate saat ini terus berjaga di posko untuk melindungi wilayah mereka dari ancaman lebih lanjut.

“Kami tidak akan berhenti sampai ada keadilan bagi masyarakat adat. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” tutur Dede.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini