Hal ini penting agar masyarakat tidak terus merasa cemas dalam membeli BBM.
“Pada dasarnya, sebenarnya kita bukan mencari siapa yang bertanggung jawab. Ya kayak kecelakaan pesawat lah, setengah mati dicari penyebabnya, supaya tidak terjadi lagi,” lanjutnya.
“Ini kalau tidak ada, semua begini aja. Nanti 5 bulan lagi, tahun depan berhebat lagi, rusak lagi, ya masa itu terus, kapan selesainya?” sambung Hairul.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda berencana memberikan bantuan kompensasi sebesar Rp 300 ribu kepada warga yang terdampak. Namun, menurut Hairul, langkah itu tidak menyentuh akar persoalan.
Baca Juga:3,2 Hektare Hutan Pendidikan Unmul Rusak, Kampus Minta Gakkum Bertindak
“Seandainya ini masalahnya berlarut-larut sampai 2 tahun? Emang mau Pemkot 2 tahunan mau memberikan bantuan terus menerus,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa beban biaya perbaikan yang harus ditanggung masyarakat akibat kerusakan kendaraan bisa mencapai antara Rp 500 ribu hingga Rp 900 ribu.
“Perusahaan besar, semua bayar kita paling cepat sebulan. Itu saja sudah hebat. Jadi, mumpung pertamina nya begitu. Kita tidak lanjut dengan tim teknis cepat,” pungkas Hairul.