SuaraKaltim.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) tengah memperketat optimalisasi penerimaan daerah, khususnya dari sektor pertambangan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi.
Fokusnya kini tertuju pada Pajak Alat Berat (PAB) yang dinilai belum tergarap maksimal akibat penggunaan jasa kontraktor dan subkontraktor luar daerah.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menyampaikan bahwa realisasi pajak daerah dari aktivitas pertambangan batu bara belum sebanding dengan besarnya skala usaha yang terjadi di lapangan.
Hal itu ia sampaikan saat berada di Samarinda, Sabtu, 28 Juni 2025.
Baca Juga:Umrah Gratis untuk Marbot, Wujud Terima Kasih Pemprov Kaltim kepada Penjaga Masjid
“Geliat usaha pertambangan batu bara di daerah faktanya tidak berbanding lurus dengan penerimaan pajak khususnya alat berat,” ujar Rudy disadur dari ANTARA, Minggu, 29 Juni 2025.
Salah satu sebab utama, lanjut Rudy, adalah praktik umum di mana pekerjaan tambang justru dikerjakan oleh pihak ketiga di luar pemegang izin, dan alat berat yang digunakan kerap tidak tercatat sebagai objek pajak di wilayah Kaltim.
“Kalau kontraktor dan subkontraktor tidak bayar Pajak Alat Berat, siap-siap Inspektorat akan masuk ke situ,” tegasnya memberi peringatan.
Regulasi daerah sebenarnya telah tersedia. Pemprov Kaltim telah mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun [XX] tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diperkuat pula oleh UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
“Di dalamnya mengatur Pajak Alat Berat,” kata Gubernur Rudy.
Baca Juga:Sambut IKN, PPU Genjot PAD dari 13 Sektor Pajak, Minerba Melonjak 423 Persen
Ia pun menekankan pentingnya transparansi perusahaan, terutama yang sudah melantai di bursa saham.
Menurutnya, keterbukaan data operasional alat berat dapat menjadi bentuk tanggung jawab sekaligus menjaga kepercayaan publik.
“Jangan sampai rusak citranya, apalagi yang masuk di bursa saham. Bisa anjlok sahamnya,” tambahnya.
Pemprov Kaltim tidak serta-merta menerapkan pendekatan represif. Rudy menyebut bahwa strategi persuasif tetap menjadi pilihan utama, meskipun pengawasan akan dilakukan secara lebih intensif.
Untuk memastikan pelaksanaannya, Gubernur juga mengungkapkan rencana pembentukan tim pengawasan lintas instansi yang melibatkan Kejaksaan, Kepolisian, dan Inspektorat Daerah.
“Saya yakin semua perusahaan di Kaltim taat aturan. Jangan sampai ada temuan,” tandasnya.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Kaltim dalam mendorong tata kelola pendapatan daerah yang bersih, akuntabel, dan berkeadilan, terlebih di tengah meningkatnya tuntutan terhadap kontribusi daerah sebagai penyangga utama pembangunan nasional.
Rudy Masud: 40 Tahun Tambang, Tapi CSR Masih Jauh dari Harapan
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud (Harum), menegaskan pentingnya perusahaan pertambangan untuk bertanggung jawab atas dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas mereka.
Ia menyoroti bahwa hingga kini, penyaluran program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) belum selaras dengan kebutuhan pembangunan di daerah.
Padahal, dasar hukum pelaksanaan CSR sudah diatur secara jelas dalam sejumlah regulasi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Pasal 74),
- Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Pasal 15b),
- Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan,
serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Pasal 108 dan 112).
Hal itu disampaikan Gubernur Harum dalam Executive Meeting bersama para pelaku industri tambang di Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
“Tambang batu bara di Kaltim sudah berjalan sejak 1983, lebih dari 40 tahun lalu. Tapi pelaksanaan CSR kita masih banyak yang bersifat simbolis dan tidak berkelanjutan,” ujar Gubernur Harum, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 29 Juni 2025.
Untuk itu, Pemprov Kaltim berencana menyusun roadmap CSR yang akan memuat lokasi, jenis program, nilai anggaran, serta waktu pelaksanaan secara terukur dan terarah.
Upaya ini bertujuan agar kontribusi CSR dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Kita akan pastikan ada transparansi dan akuntabilitas. Pelaksanaan CSR ke depan akan diaudit oleh Inspektorat, Dinas Lingkungan Hidup, LSM, dan juga masyarakat sipil,” jelas Gubernur.
Ia menekankan, CSR bukan sekadar memenuhi kewajiban hukum, tetapi merupakan bentuk investasi sosial jangka panjang dan komitmen moral perusahaan terhadap daerah.
Lebih lanjut, Pemprov Kaltim berkomitmen menjadikan CSR sebagai sarana untuk mentransformasi wilayah-wilayah tambang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang inklusif, lestari, dan berkeadilan.
“Program CSR harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat, bukan hanya kegiatan seremonial,” tegasnya.
Gubernur Harum juga mendorong agar perusahaan bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam penyaluran CSR.
Menurutnya, lembaga resmi ini bisa menjadi mitra dalam menyalurkan bantuan yang tepat sasaran.
Adapun bentuk program CSR yang diusulkan meliputi bantuan rumah tidak layak huni, beasiswa pendidikan, seragam sekolah, operasi bibir sumbing, khitanan massal, perbaikan sanitasi, hingga dukungan pengembangan usaha mikro dan kecil.
“Jangan sampai CSR justru mengalir ke luar Kaltim. Itu bisa menimbulkan keresahan,” pungkas Gubernur Harum.