Wisata Literasi, Jembatan Anak-Anak Samarinda Menuju Dunia Buku

Di balik keramahan dan kenyamanan layanan, Anita tak menutup mata pada tantangan yang dihadapi.

Denada S Putri
Selasa, 01 Juli 2025 | 20:56 WIB
Wisata Literasi, Jembatan Anak-Anak Samarinda Menuju Dunia Buku
Perpustakaan Kaltim menyuguhkan sarana ramah anak. [ANTARA]

SuaraKaltim.id - Libur sekolah sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dalam mencari aktivitas yang tak hanya menyenangkan, tetapi juga mendidik bagi anak-anak.

Di Samarinda, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kalimantan Timur (Kaltim) menjawab kebutuhan itu dengan menghadirkan layanan ramah anak yang terus ditingkatkan meski dibayangi kendala infrastruktur.

"Dengan suasana sejuk, koleksi buku beragam, serta pelayanan yang ramah, perpustakaan ini siap menjadi destinasi pilihan keluarga," ujar Pelaksana Tugas Kepala DPK Kaltim, Anita Natalia Krisnawati, disadur dari ANTARA, Selasa, 1 Juli 2025.

Di balik keramahan dan kenyamanan layanan, Anita tak menutup mata pada tantangan yang dihadapi.

Baca Juga:Dicopot Tanpa Surat Resmi, Eks Kepsek SMAN 10 Pilih Tak Melawan

Gedung perpustakaan yang sudah berusia tua dan sering tergenang saat hujan membuat penataan koleksi, terutama di area anak-anak, harus ekstra hati-hati.

"Kondisi gedung ini cukup lama, sering kebanjiran kalau hujan. Makanya rak buku di lantai satu, terutama di area layanan anak, tidak kami isi di bagian bawahnya. Khawatir kalau air masuk dan buku-buku rusak," jelasnya.

Meski demikian, upaya perbaikan terus dilakukan, termasuk perawatan fasilitas dasar.

Anita menyebut, meja dan kursi yang sempat rusak perlahan diperbaiki menggunakan anggaran yang tersedia.

Bahkan, ruang laktasi yang semula hanya dibatasi tirai kini dibuat permanen demi kenyamanan pengunjung.

Baca Juga:Langgar Putusan Inkrah, Kepala SMAN 10 Dicopot dari Jabatan

"Meskipun jarang ada ibu menyusui yang datang, kami siapkan ruang laktasi untuk kenyamanan pengunjung, terutama saat ada rombongan yang membawa anak-anak," tambahnya.

Tak hanya fasilitas fisik, program literasi juga menjadi perhatian utama. DPK Kaltim bekerja sama dengan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) untuk menghidupkan suasana membaca melalui sesi mendongeng, terutama bagi anak-anak PAUD dan TK.

"Anak-anak usia TK/PAUD sangat senang kalau ada sesi mendongeng. Mereka juga diajak berkeliling melihat koleksi buku dan ruangan-ruangan," tutur Anita.

Inisiatif ini diperkuat dengan program wisata literasi, yang menurut pustakawan Mardevi Sofia Debora, bertujuan membiasakan anak dengan perpustakaan sejak dini.

"Kami mengadakan wisata literasi untuk anak-anak sejak dini agar mereka mengenal budaya membaca dan perpustakaan," katanya.

Program ini dirancang sesuai kelompok usia. Anak-anak di bawah enam tahun difokuskan di Lantai 1, sementara anak usia 9–12 tahun diajak menjelajahi seluruh lantai hingga koleksi dewasa.

"Di Lantai 1 terdapat ruang baca anak yang dilengkapi ribuan eksemplar buku anak, buku digital, area bermain, perosotan, dan ruang menonton," jelas Mardevi.

"Ruang baca Anak ini didesain menarik agar anak-anak betah berlama-lama di perpustakaan."

Salah satu pengunjung, Noor Aida, menyampaikan apresiasinya atas fasilitas yang ramah anak tersebut.

Menurut dia, perpustakaannya nyaman, sehingga anak betah berlama-lama karena banyak buku menarik dan tempat bermain. Petugas perpustakaan pun juga melayani dengan sigap.

Baru 110 dari 965 Naskah Kuno di Kaltim Terinventarisasi, DPK Minta Partisipasi Publik

Di tengah arus modernisasi yang kian deras, upaya melindungi warisan intelektual dan budaya lokal terus diperkuat. Salah satunya datang dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kalimantan Timur (Kaltim), yang mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan naskah kuno yang dimiliki—baik oleh perorangan, lembaga adat, maupun keluarga.

Ajakan ini disampaikan oleh Kepala Bidang Deposit, Pelestarian dan Pengembangan Koleksi Bahan Perpustakaan DPK Kaltim, Endang Effendi, sebagai bentuk antisipasi terhadap ancaman kerusakan, kehilangan, bahkan peralihan kepemilikan yang tidak sah atas dokumen bersejarah tersebut.

Hal itu disampaikannya saat berada di Samarinda, Selasa, 1 Juli 2025.

"Langkah ini penting guna menyelamatkan warisan dokumenter daerah dari ancaman kerusakan dan kehilangan, sekaligus memastikan pelindungan hukumnya," katanya disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Endang menjelaskan, naskah kuno bukan sekadar benda antik, melainkan cerminan peradaban Nusantara yang kaya akan nilai-nilai budaya, ilmu pengetahuan, spiritualitas, hingga sejarah lokal yang mendalam.

Di dalamnya terekam jejak leluhur yang menggambarkan jati diri suatu daerah. Sayangnya, banyak dari naskah tersebut masih tersebar tanpa dokumentasi yang memadai.

Ia mencatat, Kaltim sendiri memiliki sekitar 965 naskah kuno, sebagian besar tersebar di kabupaten/kota bahkan hingga luar negeri.

Dari jumlah itu, baru 110 naskah yang diinventarisasi dan 107 di antaranya sudah dialihmediakan ke bentuk digital atau mikrofilm.

Mengutip Rencana Induk Nasional Pengarusutamaan Naskah Nusantara (2024), jumlah naskah kuno yang terdata di seluruh Indonesia mencapai 143.259 dokumen—angka yang kemungkinan masih jauh dari kenyataan karena banyak naskah belum terjangkau oleh lembaga formal.

"Pendaftaran naskah kuno adalah fondasi utama pelestarian dan perluasan akses terhadap khazanah ilmu pengetahuan. Ini adalah tanggung jawab bersama," ujar Endang.

Perlindungan hukum atas naskah-naskah ini kini diperkuat lewat regulasi nasional. Peraturan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Nomor 16 Tahun 2024 menjadi payung hukum untuk proses pendaftaran dan pemberian penghargaan terhadap naskah kuno, sesuai dengan amanat UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.

Masyarakat bisa mendaftarkan naskah mereka secara berjenjang melalui dinas perpustakaan di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.

Langkah ini diyakini memiliki berbagai manfaat strategis.

Mulai dari memfasilitasi konservasi dan restorasi naskah, membantu penyusunan katalog nasional, hingga memperkuat akses digital untuk pendidikan dan riset.

Selain itu, pendaftaran juga menjadi bentuk pengakuan resmi atas hak kepemilikan dan nilai budaya dari naskah tersebut, yang berarti memperkuat perlindungan dari perdagangan ilegal, pemalsuan, atau klaim sepihak.

"Dengan naskah kuno yang terdaftar, identitas lokal dan penghargaan terhadap sejarah dapat diperkuat, menjaga warisan ini untuk generasi mendatang. Kami berharap masyarakat Kaltim dapat berpartisipasi aktif dalam penyelamatan naskah kuno ini demi menjaga kelestarian khazanah budaya lokal," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak