Waspada DBD! Bontang Utara Catat 45 Kasus dalam 6 Bulan

Selain upaya teknis, ia juga mengajak warga untuk terlibat dalam gerakan sosial yang diinisiasi pemerintah kota.

Denada S Putri
Minggu, 20 Juli 2025 | 22:40 WIB
Waspada DBD! Bontang Utara Catat 45 Kasus dalam 6 Bulan
Ilustrasi DBD. [Ist]

SuaraKaltim.id - Meski bukan hal baru, ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menghantui warga Bontang Utara.

Disadur dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com, sepanjang Januari hingga Juni 2025, Dinas Kesehatan mencatat sedikitnya 45 kasus DBD terjadi di wilayah ini.

Camat Bontang Utara, Muhamad Nur, menyampaikan bahwa angka tersebut menjadi pengingat serius agar masyarakat tidak lengah menjaga lingkungan.

"Warga diharapkan aktif menjaga kebersihan, khususnya di lingkungan sekitar rumah masing-masing," ujarnya saat dihubungi, Rabu, 16 Juli 2025.

Baca Juga:Demi Gizi Anak Sekolah, DPRD Bontang Minta Mitra MBG Tak Asal Masak

Imbauan tersebut disampaikan seiring meningkatnya curah hujan belakangan ini yang berpotensi mempercepat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti—vektor utama penyebab DBD.

Nur menegaskan pentingnya konsistensi dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), utamanya dengan menerapkan gerakan 3M plus, yaitu: menguras tempat penampungan air, menutup wadah air, dan mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa menjadi tempat bertelur nyamuk.

"Kami aktif kerjasama Dinkes untuk melakukan sosialisasi 3M kepada warga,” tambahnya.

Selain upaya teknis, ia juga mengajak warga untuk terlibat dalam gerakan sosial yang diinisiasi pemerintah kota, seperti program Jumat Bersih, sebagai bagian dari edukasi kolektif yang berbasis gotong royong.

Berdasarkan data sebaran kasus dari Dinkes Bontang, berikut rincian kasus DBD di Kecamatan Bontang Utara selama semester pertama 2025:

Baca Juga:MBG Tiba di Bontang, 1.651 Siswa Terima Menu Bergizi Sejak Hari Pertama

  1. Bontang Kuala: 7 kasus (terbanyak pada Mei).
  2. Bontang Baru: 8 kasus (menyebar merata Januari–Mei).
  3. Api-Api: 12 kasus (puncak pada Januari dan Mei).
  4. Gunung Elai: 4 kasus.
  5. Loktuan: 14 kasus, dengan laporan konsisten setiap bulan.
  6. Guntung: nihil kasus sejak Januari.

Kecamatan Guntung menjadi satu-satunya wilayah yang tercatat bebas DBD hingga pertengahan tahun, sesuatu yang bisa menjadi contoh dalam penerapan pola hidup bersih dan sehat.

Dari Ribuan Jadi Ratusan: Tren Positif Malaria di Kaltim Terus Berlanjut

Tren penurunan kasus malaria yang signifikan dalam tiga tahun terakhir menjadi sinyal positif bagi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mencapai eliminasi malaria pada tahun 2027.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim mencatat bahwa berbagai intervensi yang dilakukan mulai menunjukkan hasil nyata.

Hal itu disampaikan Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin, saat ada di Samarinda, Selasa, 15 Juli 2025.

"Data terbaru memperlihatkan tren penurunan yang bagus, mendekatkan Kaltim pada target eliminasi malaria di tahun 2027," ujar Jaya, disadur dari ANTARA, Rabu, 16 Juli 2025.

Penurunan kasus ini merupakan hasil dari pelaksanaan program-program pencegahan dan penanganan secara luas dan terukur, menurut Jaya.

"Penurunan malaria ini merupakan buah dari berbagai program intervensi yang telah dijalankan secara masif, dan itu indikasi bahwa program-program pencegahan dan penanganan kita berjalan efektif,” tambahnya.

Laporan Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL) menunjukkan bahwa jumlah kasus malaria di Kaltim menurun drastis.

Dari 2.498 kasus pada 2023, turun 56 persen menjadi 1.096 kasus pada 2024.

Proyeksi tahun 2025 bahkan menunjukkan penurunan lanjutan hingga 51 persen, dengan estimasi hanya 536 kasus.

Perubahan positif juga terlihat dari peta endemisitas malaria.

Jika pada 2023 terdapat tiga kabupaten berstatus endemis tinggi—yaitu Paser, Berau, dan Kutai Timur—serta satu wilayah endemis sedang di Penajam Paser Utara (PPU), maka tahun 2024 diperkirakan hanya menyisakan wilayah endemis rendah.

“Target kita di 2025, semua wilayah kabupaten sudah bergeser menjadi endemis rendah,” katanya optimistis.

Dinkes Kaltim memberikan perhatian khusus kepada kelompok rentan, terutama pekerja yang kerap beraktivitas di dalam hutan.

Mereka berisiko tinggi terpapar malaria jika tidak dilindungi secara memadai.

Untuk itu, petugas kesehatan di lapangan dibekali dengan "paket hutan" yang berisi obat pencegahan, kelambu, dan losion antinyamuk sebagai langkah perlindungan dini.

“Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kami terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya langkah-langkah pencegahan ini,” kata Jaya Mualimin seraya menegaskan bahwa upaya kolektif menjadi kunci sukses menuju Kaltim bebas malaria.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini