Nasabah reguler dijadwalkan penjemputan berkala per kecamatan, sedangkan nasabah prioritas yang menyetor sampah dalam jumlah besar bisa meminta layanan sewaktu-waktu.
"Sedangkan nasabah prioritas yang mampu mengumpulkan sampah dalam jumlah besar, bisa meminta penjemputan kapan saja tanpa harus menunggu jadwal," tuturnya.
Sistem transaksional BSI juga dibuat efisien.
Setelah sampah dijemput dan ditimbang, hasil penjualannya langsung ditransfer ke rekening bank sampah unit dalam waktu maksimal 24 jam.
Baca Juga:Koperasi Sekolah Diaudit, Pemkot Rancang Aturan Baru Harga Perlengkapan Siswa
Dengan cara ini, BSI Bungas Mahakam tidak hanya menciptakan tata kelola sampah yang terukur, tapi juga membuka peluang ekonomi lokal berbasis lingkungan.
Inisiatif ini turut mendukung program Pemerintah Kota Samarinda dalam mendorong pemilahan sampah sejak dari rumah tangga.
Harapannya, volume sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bisa ditekan, sehingga memperpanjang usia operasional TPA sekaligus menjaga kualitas lingkungan kota.
Melepas Luka, Menjemput Masa Depan: Kisah di Balik Dinding SR 24 Samarinda
Bukan sekadar institusi pendidikan, Sekolah Rakyat Terintegrasi (SR) 24 Samarinda hadir sebagai ruang transformasi hidup bagi 100 pelajar prasejahtera di jenjang SMP dan SMA.
Baca Juga:Seragam Terlalu Mahal? Ini Langkah Disdikbud Samarinda Kendalikan Harga
Dibuka perdana di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), sekolah ini dirancang layaknya rumah kedua, tempat para siswa dibekali bukan hanya akademik, tetapi juga kenyamanan emosional, mental, dan pembinaan karakter sejak hari pertama.
Hal itu disampaikan Kepala SR 24 Samarinda, Hasyim, Jumat, 25 Juli 2025.
“Dengan sistem asrama penuh, sekolah ini memprioritaskan kenyamanan dan kesiapan mental siswa sebelum memulai pembelajaran akademik formal,” ujar Hasyim, disadur dari ANTARA, Minggu, 27 Juli 2025.
Model pendidikan yang diterapkan jelas berbeda dari sistem reguler.
SR 24 tak langsung mendorong siswa ke kurikulum akademik, melainkan membangun pondasi relasional dan adaptif terlebih dahulu, mengingat mayoritas siswa datang dari lingkungan ekonomi sulit dan pengalaman hidup yang kompleks.
“Kami berbeda dengan sekolah umum. SR ini bersifat pendidikan berasrama. Yang ingin kami bentuk pertama kali adalah mereka tidak asing dulu dengan lingkungannya,” lanjut Hasyim.