SuaraKaltim.id - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Mulawarman, Syaiful Bachtiar, menilai pemerintah daerah Kalimantan Timur belum menunjukkan sikap tegas dalam menyikapi kebijakan pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.
Ia menilai, langkah proaktif seharusnya bisa diambil, mengingat pemotongan hingga 50 persen itu berpotensi mengganggu stabilitas fiskal daerah.
Hal itu ia sampaikan, Rabu, 10 September 2025.
"Gubernur dan DPRD itu mewakili masyarakat Kaltim. Jadi kalau saya lihat sikap kepala daerah cenderung tunduk pada pemerintah pusat," ujarnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Kamis, 11 September 2025.
Baca Juga:Pemprov Kaltim: Void Tambang Bukan Lagi Ancaman, Tapi Sumber Kehidupan Baru
Menurut Syaiful, konsekuensi dari berkurangnya DBH akan langsung dirasakan masyarakat.
Ruang fiskal yang menyempit dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan infrastruktur, terganggunya layanan kesehatan dan pendidikan, hingga munculnya beban baru berupa kenaikan pajak.
"Kita ambil contoh, pajak PBB naik drastis. Siapa yang akhirnya terdampak ya masyarakat kita sendiri. Seharusnya, kepala daerah berpikir lebih bijak agar masyarakat tidak menjadi korban dalam kebijakan itu," imbuhnya.
Ia juga menyoroti prinsip desentralisasi yang seharusnya memperkuat otonomi daerah, namun kerap dilemahkan dengan kebijakan pemotongan DBH.
"Banyak kepala memang mengaku bahwa mereka perpanjangan pemerintah pusat. Jangan sampai kepala daerah hanya mengikuti perintah pusat tanpa berinisiatif dan memikirkan strategi menghadapi isu pemotongan DBH ini," tegasnya.
Baca Juga:Basri Rase Diperiksa Kejati Kaltim Terkait Dugaan Korupsi Hibah DBON