Minim Transparansi, Warga Samarinda Kecewa Proses Ganti Rugi Proyek Terowongan

Sebagai bentuk tanggung jawab, Pemkot menawarkan uang kerohiman sebesar Rp 9 juta bagi masing-masing pemilik rumah yang terdampak.

Denada S Putri
Rabu, 29 Oktober 2025 | 15:45 WIB
Minim Transparansi, Warga Samarinda Kecewa Proses Ganti Rugi Proyek Terowongan
Terowongan Sultan Alimuddin Samarinda. [Ist]
Baca 10 detik
  • Uji Pile Driving Analyzer (PDA) Test proyek terowongan bawah tanah di kawasan Sungai Dama, Samarinda Ilir, diduga menyebabkan retakan pada sejumlah rumah warga.

  • Pemkot Samarinda menawarkan uang kerohiman sebesar Rp9 juta per rumah terdampak, namun tawaran itu ditolak karena dianggap tidak sebanding dengan kerusakan yang mencapai puluhan juta rupiah.

  • Warga menilai proses penilaian dan pemberian ganti rugi tidak transparan serta dilakukan secara terburu-buru tanpa penjelasan memadai dari pihak pemerintah.

SuaraKaltim.id - Polemik pembangunan terowongan bawah tanah di Kota Samarinda kembali mencuat setelah uji Pile Driving Analyzer (PDA) Test pada Rabu, 15 Oktober 2025, malam di kawasan Sungai Dama, Kecamatan Samarinda Ilir, diduga menyebabkan sejumlah rumah warga retak.

Getaran dari alat berat yang digunakan dalam pengujian dianggap sebagai sumber kerusakan tersebut.

Menindaklanjuti laporan warga, tim dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda turun ke lapangan untuk melakukan pendataan.

Hasil sementara menunjukkan tujuh rumah mengalami kerusakan cukup parah.

Baca Juga:Balikpapan, Samarinda, dan Berau Berpotensi Diguyur Hujan Lebat Pekan Ini

Sebagai bentuk tanggung jawab, Pemkot menawarkan uang kerohiman sebesar Rp 9 juta bagi masing-masing pemilik rumah yang terdampak.

Namun, tawaran itu ditolak sebagian warga karena dianggap tidak sesuai dengan tingkat kerusakan yang dialami.

Salah satu warga terdampak, Nurhayati, yang tinggal di Jalan Kakap RT 7, mengaku kecewa atas sikap pemerintah yang dinilainya tidak transparan dalam menentukan nilai ganti rugi.

Hal itu ia sampaikan, Selasa, 28 Oktober 2025.

“Awalnya sekitar jam dua siang mereka datang. Langsung saja bilang ini ganti rugi sekian, katanya dibulatkan sembilan juta. Saya langsung kaget karena nggak ada penjelasan apa-apa,” ujarnya, disadur dari kaltimetam.id--Jaringan Suara.com, Rabu, 29 Oktober 2025.

Baca Juga:Kerja di Samarinda Tanpa BPJS? Pemkot Siap Tindak Pelaksana Proyek Bandel

Ia menjelaskan, kerusakan di rumahnya cukup parah — hampir seluruh dinding retak, lantai bergeser, dan beberapa bagian keramik pecah.

Nilai ganti rugi yang ditawarkan dianggap tidak realistis karena biaya perbaikan bisa mencapai puluhan juta rupiah.

“Saya nggak menerima karena nggak sesuai. Rumah saya besar, retakannya banyak, keramiknya pecah, dinding renggang, lantai turun. Kalau cuma dikasih segitu, mending saya cari tukang sendiri biar tahu beres,” tambahnya.

Nurhayati juga mengaku sudah berulang kali meminta agar pihak kelurahan dan PUPR meninjau kembali kondisi rumahnya.

Namun, permintaan itu tidak pernah ditindaklanjuti.

“Sudah bolak-balik saya minta sama pihak Pemkot dan Pak Lurah. Saya bilang tolong lihat langsung biar tahu kondisi rumah saya. Tapi katanya sudah dinilai sama PUPR, jadi nggak usah lagi. Saya nggak mau begitu,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini