-
Penahanan aktivis lingkungan Misran Toni (MT) dinilai janggal karena sudah berlangsung lebih dari 100 hari tanpa perkembangan penyidikan yang jelas dan tanpa bukti baru yang signifikan.
-
Tim Advokasi dan JATAM Kaltim menilai kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga yang menolak pertambangan batubara ilegal, serta menunjukkan indikasi penyimpangan prosedur dan pelanggaran hak asasi manusia.
-
Advokasi mendesak aparat menghentikan dugaan rekayasa hukum dan mengembalikan penyelidikan ke jalur objektif, karena penahanan MT dianggap sebagai upaya membungkam suara masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
SuaraKaltim.id - Gelombang penolakan terhadap dugaan kriminalisasi aktivis lingkungan kembali mencuat di Kalimantan Timur (Kaltim).
Tim Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Warga Muara Kate menilai bahwa penahanan terhadap Misran Toni (MT), warga Desa Muara Kate, Kecamatan Long Kali, merupakan gambaran serius menyempitnya ruang pembelaan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan.
MT telah ditahan lebih dari 100 hari terkait kasus pembunuhan yang dinilai penuh ketidakjelasan.
Misran Toni selama ini dikenal aktif menolak praktik pertambangan batubara ilegal yang dinilai merusak ruang hidup warga di wilayahnya.
Baca Juga:Bupati Kutim Warning KPC: Lahan Bekas Tambang Harus Jadi Sumber Ekonomi Baru
Namun sejak 16 Juli 2025, MT ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa kematian salah seorang warga, dan penahanannya terus diperpanjang.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Windi Pranata, menyebut proses hukum yang berjalan menunjukkan indikasi penyimpangan prosedur.
“Kasus ini sangat janggal. MT sudah ditahan lebih dari 100 hari dan masa penahanannya diperpanjang lagi tanpa alasan yang logis,” ujarnya, dikutip dari kaltimetam.id--Jaringan Suara.com, Minggu, 9 November 2025.
Tim Advokasi menambahkan bahwa penyidik tidak menunjukkan perkembangan berarti dalam pengungkapan fakta kasus.
“Bukan hanya tidak ada bukti baru, tidak ada upaya serius mencari pelaku pembunuhan sesungguhnya,” kata Windi menekankan.
Baca Juga:Kaltim Bersiap Hadapi Cuaca Ekstrem 9 November, Ini Wilayah yang Berpotensi Terdampak
Keadaan semakin menimbulkan tanda tanya saat MT dibantarkan ke RS Atma Husada Samarinda selama delapan hari tanpa penjelasan medis maupun pemberitahuan kepada keluarga.
“MT tidak sakit. Dia justru diisolasi tanpa pendampingan keluarga, tanpa akses komunikasi, tanpa surat rujukan medis jelas. Ini bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” ungkapnya.
Menurut catatan JATAM, peristiwa yang dialami MT bukan kasus terpisah.
Praktik penjeratan hukum terhadap warga yang berupaya mempertahankan lingkungan disebut telah berulang di berbagai wilayah, terutama di daerah yang bersinggungan dengan operasi pertambangan.
“Pelaku sebenarnya masih bebas. Sementara orang yang membela lingkungan hidup justru dikurung,” tegas Windi.
Tim Advokasi menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk intimidasi yang merusak hak warga untuk menyuarakan keberatan atas praktik pertambangan ilegal.