SuaraKaltim.id - Biji kakao, merupakan komoditas unggulan ketiga setelah kelapa sawit dan karet di Kalimantan Timur (Kaltim), namun sayang petani setempat masih sulit bersaing dengan luar daerah karena pola penanganan kurang tepat.
Terkait kondisi itu, Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim melatih kelompok tani (poktan) menangani biji kakao demi meningkatkan mutu produksi bji kakau di wilayah itu.
"Permasalahan biji kakao yang dihadapi di Kaltim sampai saat ini adalah mutu masih rendah, sehingga diperlakukan pembinaan berkelanjutan," ujar Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim Siti Juriah di Samarinda, melansir Antara, Minggu (20/2/2022).
Adapun menurut Siti, mutu yang rendah itu disebabkan oleh kurangnya pemeliharaan tanaman hingga penanganan pascapanen kakao secara baik dan benar, sehingga kakao tercampur dengan benda-benda lain.
Selain itu, pengeringan kakao yang kurang sempurna, lanjutnya, menyebabkan biji kakao tumbuh jamur dan volume biji kakao yang difermentasi relatif masih sedikit, sehingga pedagang pengumpul kemudian mencampur antara kakao fermentasi dan kakao non fermentasi.
Maka dari itu, sebagai upaya meningkatkan produksi kakao, dilakukan upaya memperbaiki kondisi tanaman kakao seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, kemudian perbaikan produksi dan mutunya seperti kualitas, fermentasi, hingga sertifikasi.
Salah satu penanganan yang telah diberikan kepada poktan adalah penanganan biji kakao non fermentasi menjadi fermentasi, serta uji mutu biji kakao untuk sertifikasi produk biji kakao, melalui bimbingan teknis yang digelar pada pekan kedua, Februari ini.
"Bimbingan teknis yang lalu diikuti 15 peserta, terdiri dari empat poktan di Kabupaten Berau. Kami menghadirkan narasumber dari Pulitkoka Jember, Jawa Timur. Dari pelatihan ini tentu kami harapkan poktan menjadi terampil menangani biji kakao, kemudian dapat ditularkan ke orang lain," katanya.
Pada 2021 luas perkebunan kakao di Kaltim mencapai 7.617 hektare dengan total produksi sebanyak 2.182 ton yang tersebar di Kabupaten Kutai Timur, Berau, dan Kutai Kartanegara.
Baca Juga: Sampai 1.978 Kasus Penambahan Covid-19 di Kaltim, 4 Orang Meninggal Dunia Hari Ini
"Luas perkebunan kakao setiap tahun semakin berkurang karena berbagai hal, salah satunya adalah akibat alih fungsi lahan dan beralihnya komoditas di lapangan oleh masyarakat," ujar Juriah.
Berita Terkait
-
Sampai 1.978 Kasus Penambahan Covid-19 di Kaltim, 4 Orang Meninggal Dunia Hari Ini
-
Digunakan untuk Pasien Covid-19 dari Kalangan Apapun, Isoter Sempaja Resmi Beroperasi
-
Andi Muhammad Ishak Sebut Covid-19 di Kaltim Sudah Masuk Transmisi Lokal
-
Herdiansyah Hamzah Kritisi Kisruh Pemilihan Ketua KONI Kaltim: Tidak Menghormati Organisasi
-
Rudy Mas'ud, Kakak Kandung AGM, Komentari Ketergantungan Kaltim Terhadap SDA: Akan Berakhir Cepat atau Lambat
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
9 Mobil Bekas 3 Baris di Bawah 100 Juta: Tangguh dan Irit, Suku Cadang Melimpah
-
6 Skincare Korea yang Aman dan Bagus, Terbaik Menyesuaikan Kebutuhan
-
6 Mobil Matic Bekas 50 Jutaan, Desain Modern dengan Segala Kepraktisannya
-
6 Mobil Matic Bekas yang Ideal untuk Pemula: Praktis, Efisien dan Bertenaga
-
Samarinda Masuk Peta Ekspansi Ritel ASICS di Indonesia