Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 08 Februari 2024 | 19:15 WIB
Lambang Kerajaan Gunung Tabur. [Ist]

SuaraKaltim.id - Pada masa pemerintahan generasi ke-9 Kerajaan Berau yang dipimpin oleh Aji Dilaya berakhir, konflik dalam internal kerajaan Berau terjadi.

Setelah Aji Dilaya meninggal dunia, kedua putranya, yaitu Pangeran Tua dan Pangeran Dipati, sama-sama bertekad ingin menjadi raja.

Penyebab yang memudahkan mereka berseteru adalah mereka dilahirkan dengan berbeda ibu dan masing-masing dari mereka menganggap dirinya yang paling berhak menjadi raja.

Untuk meredam persaingan di antara keduanya, akhirnya Baddil Kuning, pusaka kerajaan yang sudah sembilan turunan dipelihara dengan baik dibagi menjadi dua.

Baca Juga: Mengenal Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur, Dua Kerajaan Hasil Pecahan Kerajaan Berau

Alat utama kerajaan itu dibagi dua, Pangeran Tua mengambil satu buah dan Pangeran Dipati mengambil satu buah pula.

Sayangnya, Perseteruan itu tidak dapat didamaikan sampai akhirnya Pangeran
Tua dan kedua anaknya, yaitu Sultan Hasanuddin dan Maraja Laila pindah ke Kuran.

Sementara itu, keturunan Pangeran Dipati banyak yang pindah dari Santul ke Marabangun.

Salah satu keturunan Pangeran Dipati yang menjadi raja adalah Zainal Abidin. Sesudah Zainal Abidin mangkat, beliau digantikan oleh Sultan Badaruddin.

Namun perselisihan yang terjadi di antara raja-raja turunan dari Pangeran Tua dan Pangeran Dipati semakin bertambah parah.

Baca Juga: Asal Usul Kerajaan Berau, Raja Pertama Dikenal Sangat Tampan

Oleh karena itu, Sultan Amirilmukminin, putra Sultan Hasanuddin, pindah ke Tanjung di sebelah kanan alur mudik Sungai Kelay, tidak jauh dari Kampung Gayam sekarang.

Semasa hidupnya, Marum di Kuran atau ayah dari Sultan Amirilmukminin pernah berwasiat terkait baddil kuning itu.

Ia berkata "Kupesankan kepada turunanku dan rakyatku supaya jangan sekali-kali kalian memuja dan mengeramatkan Baddil Kuning karena kepercayaan itu menjadi pada perbuatan syirik. Kalau tidak dapat melaksanakan pesan ini, kalian jauhkan saja barang itu dari istanamu.

Jika Baddil Kuning itu tetap kalian pelihara, kerajaan dan keluarga kita akan binasa semuanya. Dengan menjauhkan Baddil Kuning itu berkuranglah bahaya yang akan mengancam keluarga kita."

Wasiat dari almarhum ayahnya itu sangat melekat di dalam pikiran Sultan Amirulmukminin. Ketika mereka baru pindah dari Mara angun, Baddil Kuning, warisannya dari Kerajaan Berau, dibuang di Pasarakan, yaitu pertemuan arus antara sungai Kelay dan Sungai Segah.

Pada saat itu, Amirilmukminin berkata di dalam hati, "Benar juga wasiat dari almarhum Ayahanda. Jika aku tidak dapat memelihara Baddil Kuning sesuai dengan pesannya, sebaiknya benda itu dijauhkan saja karena akan membawa kehancuan bagi keturunan nanti."

Load More