SuaraKaltim.id - Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Iman Surya menyatakan perubahan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) harus dikaji ulang secara mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
Pendapat tersebut diutarakan Iman, setelah Presiden Prabowo melontarkan wacana pemilihan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pembahasan tersebut bahkan sudah sampai di Komisi II DPR RI dan bahkan diiringi rencana revisi Omnibus Law Politik yang diharapkan memuat aturan baru terkait Pilkada.
Iman bilang, ada dua fokus aspek menurutnya harus dikaji kembali secara mendalam sebelum mengubah format Pilkada tersebut.
“Dari aspek keuangan negara, tidak bisa dinafikan kalau dalam sekali Pilkada kita merasakan dampak dari kebijakan Pemilu tersebut. Dari efisiensi, hari ini kita masih tidak bisa menafikan bahwa tingkat perhatian masyarakat terhadap Pemilu juga belum mencapai target," kata Iman, dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Selasa (17/12/2024).
Perubahan format Pilkada ini juga beririsan dengan tingkat partisipasi politik masyarakat selama Pilkada masih rendah, meski target KPU pada tahun 2024 sebesar 81,48 persen.
"Ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan. Namun, solusi itu bukan dengan menghilangkan hak pilih langsung masyarakat,” ucapnya.
Iman bercerita, perubahan sistem ini pernah memicu polemik pada 2014, saat Presiden SBY membatalkan UU Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur Pilkada lewat DPRD disahkan. Namun, segera dibatalkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
"Sederhana saja, kalau kita menghilangkan Pilkada sama saja kita menghilangkan legitimasi pemerintah daerah. Apalagi legitimasinya diambil oleh DPRD, secara tidak langsung mereka akan mudah untuk melakukan intervensi politik," ujarnya.
Baca Juga: Pilkada Kaltim 2024: Rekapitulasi Selesai, Partisipasi Pemilih Hanya 69,18 Persen
Meski efisiensi anggaran menjadi alasan kuat, Iman menilai hal tersebut tidak cukup untuk mengabaikan prinsip demokrasi. Menurut Iman, sistem presidensial yang dianut Indonesia tidak mengenal mekanisme legislatif memilih eksekutif.
“Jika DPRD memilih kepala daerah, ini akan menimbulkan distorsi dalam sistem trias politika kita, di mana semestinya eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang sejajar,” jelasnya.
Selain itu, Iman menilai wacana ini tidak lepas dari kepentingan politik. Ia mengingatkan, sistem Pilkada langsung maupun tidak langsung memiliki tantangan, terutama dalam hal integritas dan transparansi.
“Demokrasi tanpa uang dan manipulasi politik masih menjadi cita-cita yang sulit dicapai,” lanjutnya.
Iman mengatakan, perubahan sistem Pilkada harus mempertimbangkan dampak sosial, politik, dan hukum yang menyeluruh.
“Mengubah sistem pemilu tanpa landasan yang kuat hanya akan memicu distorsi dan mengancam prinsip presidensial yang kita anut, di mana legislatif tidak boleh memilih eksekutif,” sebutnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
8 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025, Baterai Awet Kamera Bening
-
Harga Emas Naik Terus! Emas Antam, Galeri24 dan UBS Kompak di Atas 2 Juta!
-
Tutorial Dapat Phoenix dari Enchanted Chest di Grow a Garden Roblox
Terkini
-
Masih Tinggi, Angka Anak Putus Sekolah di PPU Jadi PR Besar Kawasan IKN
-
Kasus Bimtek Dishub Bontang: Ratusan Juta Diduga Raib, ASN Naik Bus tapi Dilapor Travel
-
Efisiensi 75 Persen vs Gratispol: Mampukah Pemprov Kaltim Menepati Komitmen?
-
PPU Tagih Komitmen Pusat, Infrastruktur Pertanian Jadi Penopang IKN
-
Banjir Rusak Dokumen hingga Ijazah, SMPN 24 Samarinda Kini Menanti Kepastian Relokasi