Besarnya ekspansi lahan sawit ini diyakini ikut mempercepat laju konversi hutan di Kaltim.
Deforestasi, yang umumnya dipicu pembukaan lahan untuk kepentingan industri dan infrastruktur, membawa dampak luas: dari kerusakan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati, hingga meningkatnya risiko bencana alam serta tekanan sosial terhadap masyarakat sekitar.
Namun, yang jadi perhatian penting adalah bagaimana sektor industri—terutama perkebunan—merespons kerusakan tersebut.
Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo, menilai bahwa kontribusi sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) belum menunjukkan tanggung jawab yang sepadan.
Baca Juga: Kabinet Besar hingga Sawit: Kritik Pemuda Kaltim pada 100 Hari Prabowo-Gibran
"CSR jangan sampai dimanfaatkan oknum untuk mengais keuntungan tertentu untuk mengambil uang perusahaan tersebut, demi masuk kantong orang-orang tertentu, juga jangan jadi hanya sebatas alat peredam agar tidak ada gejolak di masyarakat atas hal-hal yg abai dari pihak perusahan," tegas Purwadi, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa 13 Mei 2025.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan realisasi program plasma kebun sawit yang seharusnya memberikan 20 persen manfaat langsung kepada masyarakat lokal.
"Terutama dari sektor perkebunan sawit, program kewajiban 20 persen plasma untuk rakyat juga patut dipertanyakan apakah sudah berjalan dengan baik di lapangan?" katanya.
Purwadi mengungkapkan bahwa di banyak kasus, CSR justru dijadikan alat untuk melancarkan izin operasional perusahaan, bukan untuk menanggulangi dampak dari kegiatan bisnis mereka.
Ia menyebutkan, ketidakterbukaan informasi menjadi sumber utama ketidakpercayaan publik.
Baca Juga: Industri Sawit Kaltim di Ujung 2024: Harga TBS Naik, Pekebun Sumringah
"Operasi dulu baru izin, kebanyakan seperti itu jadi siapa yang tidak paham aturan disini?, yang memberi atau yang minta izin?, atau dua-duanya 'kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu?'” sindirnya.
Menurutnya, perlu ada transparansi dan keterlibatan lebih besar dari masyarakat, pemerintah, hingga DPRD dalam pengawasan distribusi CSR.
Ia juga mempertanyakan fungsi Forum CSR di daerah yang seharusnya menjadi saluran keterbukaan.
"Perusahaan kadang hanya melihat terhadap dalih ring 1, 2 dan sebagainya, akhirnya penyerapannya hanya di wilayah-wilayah tertentu dan tidak merata. Harusnya ada evaluasi terhadap penyaluran CSR selama ini, jadi perlu ada aksi nyata pasca bencana yang melanda wilayah Kaltim belakangan ini," tandasnya.
Di tengah darurat lingkungan akibat deforestasi, suara publik terhadap tanggung jawab sektor swasta semakin keras.
Bukan hanya soal pemulihan ekologis, namun juga soal keadilan sosial dan keberlanjutan hidup masyarakat di sekitar wilayah terdampak.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Selamat Tinggal, Kabar Tak Sedap dari Elkan Baggott
- 1 Detik Jay Idzes Gabung Sassuolo Langsung Bikin Rekor Gila!
- Andre Rosiade Mau Bareskrim Periksa Shin Tae-yong Buntut Tuduhan Pratama Arhan Pemain Titipan
- Penantang Kawasaki KLX dari Suzuki Versi Jalanan, Fitur Canggih Harga Melongo
- 5 Rekomendasi Mobil Bekas Keluarga dengan Sensasi Alphard: Mulai Rp50 Juta, Bikin Naik Kelas
Pilihan
-
Tok! Carlo Ancelotti Dibui 1 Tahun: Terbukti Gelapkan Pajak Rp6,7 M
-
Sejarah Nama Kompetisi Liga Indonesia: Dari Perserikatan Kini Super League
-
Dear Pak Prabowo: Penerimaan Loyo Utang Kian Jumbo
-
Eks Petinggi AFF Kritik Strategi Erick Thohir, Naturalisasi Jadi Bom Waktu untuk Timnas Indonesia
-
Siapa Liam Oetoehganal? Calon Penerus Thom Haye Berstatus Juara Liga Belgia
Terkini
-
Ibu Rumah Tangga Jadi Motor Ekonomi: Semangat UMKM di Festival PKK 2025
-
Di Balik Rakernas PKK, Ada Perjuangan Ribuan Kader dari Pelosok Negeri
-
Dari Samarinda ke IKN: Kaltim Jawab Kepercayaan Pusat Lewat Rakernas PKK
-
Dekat IKN, Desa Giri Mukti Tunjukkan Potensi Jadi Sentra Hortikultura Kaltim
-
Pemprov Kaltim Dorong Hilirisasi Batu Bara Demi Ekonomi Berkelanjutan