-
Uji Pile Driving Analyzer (PDA) Test proyek terowongan bawah tanah di kawasan Sungai Dama, Samarinda Ilir, diduga menyebabkan retakan pada sejumlah rumah warga.
-
Pemkot Samarinda menawarkan uang kerohiman sebesar Rp9 juta per rumah terdampak, namun tawaran itu ditolak karena dianggap tidak sebanding dengan kerusakan yang mencapai puluhan juta rupiah.
-
Warga menilai proses penilaian dan pemberian ganti rugi tidak transparan serta dilakukan secara terburu-buru tanpa penjelasan memadai dari pihak pemerintah.
Ia menambahkan, retakan di rumahnya bukan muncul mendadak, melainkan sejak awal proyek terowongan dimulai sekitar dua tahun lalu.
“Dua tahun lebih proyek ini jalan. Dari awal sudah berdampak, pintu rumah ini dulu yang naik, nggak bisa ditutup. Saya sempat lapor sama Pak Gito waktu itu, datang juga tim proyek, katanya nanti diganti. Tapi sampai sekarang nggak ada realisasinya,” jelasnya.
Karena tak kunjung mendapat kejelasan, Nurhayati akhirnya memperbaiki rumahnya dengan biaya sendiri.
Baru setelah aksi protes warga, Pemkot kembali datang menawarkan uang kerohiman yang disebutnya jauh dari harapan.
“Sebelum lebaran saya sudah baikin sendiri. Soalnya saya pikir nggak bakal diganti. Tapi setelah demo kemarin baru ada tanggapan. Ya itu tadi, sembilan juta, saya nggak terima,” katanya tegas.
Ia juga menyoroti ketidaktepatan dokumen penilaian yang dibuat pemerintah.
Foto rumah yang dijadikan acuan hanya menampilkan sebagian kecil kerusakan.
“Yang mereka lampirkan cuma dua foto. Padahal kenyataannya lebih banyak,” ujarnya sambil menunjukkan dinding dan lantai yang retak.
Senada dengan Nurhayati, Susilawati, warga lain di kawasan yang sama, juga mengaku tidak puas dengan proses ganti rugi yang dinilainya terburu-buru dan tidak terbuka.
Baca Juga: Balikpapan, Samarinda, dan Berau Berpotensi Diguyur Hujan Lebat Pekan Ini
“Ya datang aja langsung mendadak,” katanya.
Ia menuturkan, petugas pemerintah datang membawa uang senilai Rp 9.065.000 tanpa memberikan kesempatan bagi warga untuk mempelajari Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang menjadi dasar perhitungan.
“Untung suamiku sempat foto RAB-nya. Mereka nggak kasih salinannya ke kami. Harusnya kan dikasih dulu biar bisa kami pelajari. Tapi ini nggak, langsung aja dikasih uang, suruh tanda tangan. Kami jadi nggak sempat mikir,” tutur Susilawati.
Menurutnya, rumah semi permanen yang ia tempati kini miring akibat pergeseran tanah. Kondisi lingkungan yang rawan longsor semakin memburuk sejak proyek terowongan dimulai.
“Dapurnya semi permanen, body rumahnya kayu. Sekarang miring karena tanahnya turun. Di tempat saya itu sering longsor, semua tanah di sekitar sini sudah turun,” ungkapnya.
Susilawati juga menyayangkan sikap tim Pemkot yang dianggap tidak empatik terhadap penderitaan warga.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
Terkini
-
Samarinda Bakal Buka Penerbangan Rute IKN-Malaysia di Februari 2026
-
AYIMUN Samarinda Chapter 2025 Siapkan Generasi Muda Jadi Calon Pemimpin Global
-
Kaltim Jamin Stok Pangan Aman, Harga Terpantau Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
-
Persagi Siap Tugaskan Ahli Gizi untuk MBG di Seluruh Pelosok Indonesia
-
Alat Kebencanaan Disiagakan untuk Hadapi Cuaca Ekstrem di Kaltim