Viral Kritik Desain Istana Negara di IKN, Asosiasi Arsitek Angkat Suara

Gabungan asosiasi tersebut menilai, dalam setiap proses perencanaan, terutama yang bersifat publik, pelibatan masyarakat menjadi proses bagian yang tak terpisahkan.

Sapri Maulana
Selasa, 30 Maret 2021 | 21:27 WIB
Viral Kritik Desain Istana Negara di IKN, Asosiasi Arsitek Angkat Suara
Desain Istana Negara saat ditampilkan secara visual yang menuai kritik warganet. [Istimewa/SuaraKaltim]

SuaraKaltim.id - Warganet ramai-ramai mengkritik desain Istana Negara berbentuk burung garuda, yang belum lama ini ditampilkan secara visual. Para arsitek yang tergabung dari dalam sejumlah organisasi akhirnya angkat suara.

Melalui siaran pers tertulis, Asosiasi Profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP) menyampaikan masukan terhadap rencana, rancangan, dan gambar ilustrasi ibukota negara (IKN) di Kalimantan Timur.

Ada 10 poin pernyataan yang disampaikan mereka.

“Sebagai asosiasi profesi yang memiliki kompetensi pada bidang perancangan arsitektur, perancangan bangunan ramah lingkungan (green building), perancangan kawasan dan kota, perencanaan dan perancangan lanskap, serta perencanaan kota dan wilayah, kami memandang perlu untuk memberikan pendapat profesional terhadap hasil rancangan maupun gambar yang telah dipublikasikan melalui media Instagram Bapak Suharso Monoarfa, Menteri PPN/Kepala Bappenas pada tanggal 18 Maret 2021,” tulis siaran pers yang diterima SuaraKaltim.id, Selasa (30/3/2021).

Baca Juga:Heboh Desain Istana Baru di IKN, Warganet: Kok Norak Ya

“Pendapat yang kami sampaikan didasarkan pada itikad baik dan juga kepentingan jangka panjang agar upaya pemerintah dalam membangun IKN dapat menjadi teladan dan contoh bagi pembangunan kota-kota baru maupun pembangunan perkotaan di Indonesia secara keseluruhan,” terangnya.

Gabungan asosiasi tersebut menilai, dalam setiap proses perencanaan, terutama yang bersifat publik, pelibatan masyarakat menjadi proses bagian yang tak terpisahkan untuk meningkatkan rasa kepemilikan atau "sense of ownership" masyarakat terhadap keberadaan IKN yang baru.

Mereka menegaskan, IKN adalah “kota dunia untuk semua” dan berharap adanya media untuk dialog atau forum diskusi mengenai perencanaan dan perancangan IKN.

Baik pada level regional, kawasan, bangunan dan ruang binaan) secara terbuka dan transparan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, multi-disiplin terkait dan perwakilan pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pusat dan daerah.

“Prosedur atau tata urutan perencanaan pembangunan IKN sebaiknya mengikuti kaidahkaidah pembangunan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup mengingat suatu kota tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga fokus membangun kehidupan di mana dimensi fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan hidup harus direncanakan secara sistematis dan terpadu,” poin ke lima dari siaran pers tersebut.

Baca Juga:Jadi Kota Penyangga IKN, Balikpapan Kaji Penurunan Pajak Hotel dan Hiburan

“Kami mendorong Rancangan Undang-Undang IKN disahkan terebih dahulu dengan menempatkan rencana induk pembangunan dan tata ruang IKN sebagai dasar pembangunan yang dilaksanakan oleh Badan Otorita IKN dengan otonomi penuh dan diisi oleh para profesional di bidang perencanaan kota, perancangan kawasan dan bangunan, serta pengelolaan properti dan lahan serta profesional lain yang umumnya terlibat dalam proses pembangunan kota baru,” tulisnya.

“Atas publikasi yang disampaikan dalam Instagram Bapak Suharso Monoarfa tersebut, telah mengundang ragam reaksi dari para anggota lintas asosiasi profesi. Ada kegelisahan yang perlu disampaikan untuk dapat disalurkan secara terbuka terkait dengan rencana dan rancangan Istana Negara yang nantinya akan menjadi representasi dari citra Indonesia dan menjadi dasar atas perkembangan peradaban Indonesia dalam kancah dunia,” sambungnya.

Dengan memperhatikan video sosialisasi “IKN sebagai kota dunia untuk semua” dan beberapa gambar yang gabungan asosiasi terima melalui media cetak maupun media sosial, kemudian mereka memaparkan pendapatnya terhadap rencana tersebut:

“Bangunan istana negara yang berbentuk burung Garuda atau burung yang menyerupai Garuda merupakan simbol yang di dalam bidang arsitektur tidaklah mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital dengan visi yang berkemajuan, era bangunan emisi rendah dan pasca COVID-19 (new normal),” kata mereka.

“Bangunan gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban/budaya, ekonomi dan komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan negara Indonesia dalam partisipasinya di dunia global,” sambungnya.

Bangunan gedung istana negara, kata gabungan asosiasi tersebut seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan, konstruksi hingga pemeliharaan gedungnya.

Pada poin kesembilan, mereka memaparkan, metafora terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 adalah pendekatan yang mulai ditinggalkan karena ketidakampuan menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang.

Metafora hanya mangandalkan citra, yang dilakukan secara keseluruhan dapat diartikan secara negatif dikaitkan dengan anatomi tubuh yang dilekatkan dalam metafor.

Metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan.

Pada poin kesepuluh, gabungan asosiasi merekomendasikan:

Istana versi burung Garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu yang menjadi tengaran (landmark) pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan dilepaskan dari fungsi bangunan istana.

Mengusulkan desain bangunan gedung istana agar disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun tata ruangnya termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.

Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui TUGU NOL yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis seperti penanaman kembali pohon endemik Kalimantan yang nantinya menjadi simbol bahwa pembangunan IKN memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan, yaitu “membangun hutan terlebih dahulu baru membangun kotanya” sebagaimana disebutkan dalam konsep sayembara Nagara Rimba Nusa,” tulisnya.

“Kami berharap pendapat bersama ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. Salah dalam merencanakan maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan,” penutup siaran pers tersebut.

Ditulis Minggu, 28 Maret lalu, dengan menyertakan nama-nama pimpinan asosiasi dan melampirkan kontak person yang dapat dihubungi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini