SuaraKaltim.id - Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Moh. Novrizal menyarankan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ada di Kaltim tetap berstatus provinsi. Lalu, kepala daerah berstatus gubernur.
Ia juga menyarankan pemisahan UU IKN dan tata kelola pemerintahan. Hal itu menurutnya, perlu adanya pemisahan antara UU pemindahan IKN dan UU tata kelola pemerintahan.
"Karena UU tata kelola pemerintahan akan sering mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi," ujarnya, melansir dari WartaEkonomi.co.id--Jaringan Suara.com, Minggu (6/2/2022).
Ia menjelaskan, pada Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan Republik Indonesia terdiri atas provinsi, kabupaten, kota. Serta, memiliki dewan perwakilan rakyat daerah.
Khusus di daerah IKN Nusantara, terdapat perbedaan. Karena, bentuk pemerintahan otorita berstatus sama seperti provinsi, tetapi kepala pemerintahan berstatus setingkat menteri.
Ia mempertanyakan, alur koordinasi roda pemerintahan daerah karena pada umumnya pemerintahan provinsi melakukan koordinasi di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ia mencontohkan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai daerah berstatus provinsi dengan kepala daerah disebut gubernur. Meskipun, merupakan daerah istimewa yang dipimpin oleh Sultan.
Sementara itu Dosen Hukum Administrasi Negara FHUI Dr. Dian P Simatupang mengatakan, dalam proyek pemindahan IKN harus dilakukan penghitungan budget yang detail agar tidak terjadi salah kira (dwaling) yang menyebabkan pembengkakan dan tidak menjadi masalah pada pemerintahan berikutnya.
"Selain sumber daya pendanaan, pemindahan IKN juga membutuhkan sumber daya manusia yang cakap," katanya.
Baca Juga:Mantan Ketua KPK Jadi Inisiator Petisi Tolak Ibu Kota Negara Nusantara, Begini Isi Petisinya
Pihaknya menyarankan sumber daya pendanaan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, pembangunan, dan pemindahan agar APBN lebih efisien. Misalnya, dengan pemanfaatan dana hasil sewa gedung pemerintahan yang tidak memiliki nilai strategis dan historis di Jakarta, hibah, serta kerja sama penyediaan infrastruktur.
"Secara ideal, dalam pemindahan ibu kota, dana APBN hanya digunakan pada tahap persiapan agar ruang fiskal APBN tetap aman bagi kepentingan umum dan pemerintahan," lugasnya.
Hal ini dilakukan agar tidak mengurangi alokasi APBN sesuai kewajiban konstitusi, seperti pendidikan (20 persen), kesehatan (5 persen), mandatori subsidi iuran BPJS, dan dana transfer daerah, karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2003 Pasal 34 Ayat 1 sebagai bentuk penyimpangan kebijakan yang dapat dipidanakan.
Direktur Sinkronisasi Pemerintah Daerah, Kemendagri Iwan Kurniawan memaparkan, urgensi pemindahan IKN yang disebabkan beberapa faktor, antara lain konsentrasi kepadatan penduduk di Pulau Jawa yang mencapai 57%, kurangnya ketersediaan air bersih di wilayah Jakarta Raya, alih fungsi lahan secara masif di Pulau Jawa, serta berbagai permasalahan yang muncul akibat kepadatan penduduk.
"Saat ini, kami telah melakukan berbagai koordinasi dan kolaborasi dengan daerah-daerah yang terlibat, khususnya dalam penyusunan regulasi IKN. Kami mendorong tindak lanjut dan memberikan dukungan terhadap kebijakan IKN melalui sinkronisasi pembangunan, sinkronisasi kebijakan daerah, serta fasilitas kebijakan nasional," tandasnya.