SuaraKaltim.id - Salah satu Calon Anggota Legislatif atau Caleg di Kota Makassar mengaku sempat mengajukan kredit Rp500 juta untuk modal usaha ke salah satu bank. Namun ditolak karena ia diketahui merupakan calon wakil rakyat.
"Saya sempat ajukan tapi ditolak. Padahal ada usaha dan kendaraan yang jadi jaminan," ujarnya kepada SuaraSulsel.id -- jaringan Suara.com
Caleg perempuan yang enggan disebut namanya itu mengatakan heran pengajuan kreditnya ditolak hanya karena mencalonkan di Pemilu. Padahal, keuangan usahanya sehat.
"Saya juga tidak ada cicilan lain atau pinjaman online. Jadi saya heran saat ditolak," terangnya.
Baca Juga:Yuk! Kenali 5 Perbedaan Warna Surat Suara Pemilu 2024
Dari alasan perbankan, ungkapnya, pengajuannya ditolak karena aset yang dijaminkan nilainya lebih rendah dibanding nilai pinjaman.
Ia terpaksa menjual mobilnya untuk cost politik di musim kampanye.
Penyaluran kredit di musim politik bertumbuh pesat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan mencatat kredit perbankan moncer 12,18 persen atau sekitar Rp153,98 triliun sepanjang tahun 2023.
Angka ini mengalami pertumbuhan sekitar Rp1,6 triliun dari tahun sebelumnya (2022) pada periode yang sama. Dari data tersebut, penyerapan paling banyak dari sektor perdagangan dengan nilai Rp28,14 triliun atau sekitar 47,80 persen.
Kemudian, sektor pertanian sebesar Rp12,02 triliun dan industri pengolahan Rp3,8 triliun.
Baca Juga:Bawaslu Kaltim Awasi 138 Kampanye, Ada Penemuan Prosedur yang Belum Sesuai
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar Darwisman mengatakan penyaluran kredit tertinggi ada di kota Makassar dengan nilai Rp79,65 triliun atau sekitar 52,73 persen dari total penyaluran. Kemudian disusul Palopo Rp10,42 triliun dan Parepare Rp7,91 triliun.
"Sementara, penyaluran untuk UMKM mencapai Rp58,8 miliar, naik 19,81 persen dibanding tahun sebelumnya," kata Darwisman, Senin, 11 Desember 2023.
Ia mengaku pertumbuhan kredit diprediksi tumbuh positif hingga tahun depan. Salah satu faktornya karena musim Pemilu.
Namun, penyalahgunaan kredit juga bisa masif terjadi. Menurutnya, penyaluran kredit di tahun politik perlu diwaspadai karena adanya potensi risiko tertentu yang dapat mempengaruhi stabilitas keuangan.
"Iya, ini memang harus jelas analisisnya. Kira-kira (pengajuan) kredit ini sesuai dengan produk atau tidak. Artinya, kalau memang butuh untuk usaha ya usahanya harus jelas ya," ucapnya.
Sebab, kata Darwisman bisa saja ada masyarakat mengajukan kredit ke perbankan dengan alasan untuk usaha UMKM, tapi kenyataannya untuk kampanye. Ujung-ujungnya bisa jadi kredit bermasalah atau NPL.
- 1
- 2