SuaraKaltim.id - Suku Dayak Tunjung atau Tonyooi menjadi salah satu sub rumpun suku Dayak yang menempai sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Adapun Suku Dayak Tonyooi dan Dayak Benuaq merupakan salah satu subsuku Dayak Luwangan, yang merupakan subsuku Stammenras Ot Danum, dan termasuk dalam kelompok Barito di Kalimantan Tengah.
Suku Dayak Tonyooi-Benuaq atau nama lain dari Tunjung-Benuaq ini tersebar di delapan kecamatan di Kutai Barat dan tiga kecamatan di Kutai Kartanegara.
Kedua Suku Dayak ini merasa tidak terpisahkan baik dari segi sosial dan budaya. Namun sering pula disebutkan secara terpisah yaitu Suku Dayak Tunjung dan Suku Dayak Benuaq.
Baca Juga:Sejarah Keunikan Suku Dayak Wehea yang Anggap Padi Jelmaan Manusia
Perbandingan hubungan suku Tunjung dengan suku Benuaq seperti hubungan suku Baduy dengan suku Banten.
Suku Benuaq dan suku Banten merupakan suku yang hampir seluruhnya memeluk Islam, sedangkan suku Tunjung dan suku Baduy merupakan suku yang teguh mempertahankan religi sukunya.
Lantas bagaimana sejarah dan asal usul dari nama Dayak Tunjung?
Sebenarnya tidak ada data tertulis tentang asal usul Suku Dayak Tunjung ini. Asal usul mereka hanya diketahui dari cerita-cerita rakyat dari orang-orang tua yang didapat secara turun temurun.
Konon menurut cerita di zaman dahulu, Suku Dayak Tunjung ini berasal dari dewa-dewa yang menjelma menjadi manusia.
Baca Juga:Prosesi Tari Ritual Beliant Bawo, Dari Musyawarah Hingga Hewan yang Dikurbankan
Mereka mempunyai tugas untuk memperbaiki dunia yang sudah rusak yang terkenal dengan sebutan "Jaruk’ng Tempuq".
Jaruk’ng adalah nama dewa yang menjadi manusia dan Nempuuq atau Tempuuq berarti terbang.
Nama suku Dayak Tunjung ini menurut mereka adalah Tonyooi Risitn Tunjung Bangkaas Malikng Panguruu Ulak Alas yang artinya Suku Tunjung adalah pahlawan yang berfungsi sebagai dewa pelindung.
Nama asli suku Tunjung ini adalah Tonyooi. Sedangkan kata Tunjung sendiri dalam bahasa dayak Tunjung yang artinya "Mudik” atau menuju arah hulu sungai.
Hal itu bermulai dari cerita pada suatu hari Seorang Tonyooi Mudik dan bertemu dengan orang Haloq (Sebutan Suku Dayak kepada seseorang yang meninggalkan adat dayak).
Kemudian Haloq tersebut bertanya pada Tonyooi ingin pergi kemana, kemudian si Tonyooi Menjawab "Tuncuuk’ng", yang maksudnya adalah mudik.
Orang Haloq lalu terbiasa melihat orang yang seperti ditanyainya tadi disebut “Tunjung” dan hingga sekarang namanya tersebut masih dipergunakan.
Suku Dayak Tunjung tinggal berdampingan dengan suku Dayak Benuaq yang memiliki sejarah yang berkaitan, sebagaimana suku Dayak Benuaq, Dayak Tunjung juga beralih ke Kristen pada awal pertengahan abad ke-19.
Dayak Tunjung yang tinggal dikawasan Kenohan dan Muara Wis di Kutai Kartanegara umumnya merupakan anggota Gereja Kemah Injil Indonesia (Kristen Protestan).
Sementara di kawasan Kutai Barat sekitar 53.5% menganut Kristen Protestan, 44.5% Menganut Katolik Roma, 1.5% Islam dan 0.5% Kaharingan.
Kontributor: Maliana