SuaraKaltim.id - Kejaksaan Negeri Bontang mengendus adanya praktik korupsi pengadaan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) pada tahun anggaran 2023 lalu.
Dugaan kasus ini mencuat usai mosi tidak percaya yang dilayangkan 50 pegawai kepada Sekretaris DPMPTSP beberapa waktu lalu. Dari konflik internal ini kemudian Inspektorat Daerah mengaudit laporan belanja di dinas dan ditemui sejumlah permasalahan ini.
Kasi Intelijen Kejari Bontang Danang Leksono Wibowo mengatakan, telah memanggil sejumlah pihak terkait. Adapun mereka yang dipanggil diantaranya penyedia dan pejabat pengadaan serta Sekretaris DPMPTSP.
Danang mengatakan, pemeriksaan dilakukan karena isu konflik internal telah mencuat ke publik. Selain itu, pihaknya juga menerima Laporan Pengaduan (Lapdu) atas kegiatan yang telah terlaksana di sana.
Baca Juga:Neni Moerniaeni Mendaftar Pilkada Bontang dari NasDem, Siap Bertarung dengan 4 Calon Lainnya
"Kami sudah periksa 7-8 orang lah. Baik pihak rekanan, Kadis lama dan Sekretaris, serta pejabat terkait. Ini pemanggilan untuk dimintai keterangan," ucapnya, disadur dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com, Selasa (07/05/2024).
Hingga hari ini, lanjut Danang, jaksa masih mengumpulkan keterangan dari sejumlah narasumber yang dipanggil. Di samping itu, masih ada narasumber lain yang belum hadir karena berhalangan.
Setelah proses pemeriksaan tuntas, jaksa bakal ekspos perkara di internal untuk mempertimbangkan kasus ini berlanjut ke tahap selanjutnya. Apabila ditemui adanya Perbuatan Melawan Hukum, jaksa akan meningkatkan status menjadi penyidikan.
"Kalau ada perkembangan nanti kami informasikan. Yang jelas semua prosesnya berjalan. Rekanan kita periksa biar ketemu alurnya," sambungnya.
Diketahui, pada Maret 2024 lalu pekerja DPMPTSP melayangkan mksi tidak percaya kepada Sekretaris dinas. Total sebanyak 50 pegawai di sana menandatangani petisi tidak percaya kepada Nurbaenah, Sekretaris OPD.
Baca Juga:Atap Bocor, Kantor Kejari Bontang Bakal Direnovasi dengan Anggaran Rp 1 Miliar
Buntut penandatanganan petisi itu karena beberapa kebijakannya yang memberatkan pegawai. Kepada awak media perwakilan pekerja menuturkan beberapa aktivitas pekerjaan tidak berjalan baik.
Semisal membuat para pekerja sulit mendapatkan izin, kemudian pegawai tidak diberikan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), dan aturan pakaian yang dikritisi.