SuaraKaltim.id - Upacara Tohoq menjadi salah satu ritual adat kematian dari Suku Dayak Tunjung yang memiliki beragam tahapan unik.
Salah satunya adalah tahapan ritual pemadaman api yang menjadi puncak Upacara Tohoq ini.
Adapun, Upacara Tohoq ini merupakan upacara yang dilaksanakan bagi orang yang baru meninggal dunia dari Suku Dayak Tunjung.
Biasanya, upacara ini dilakukan selama lima hari lima malam apabila yang meninggal itu perempuan, dan dilakukan selama enam hari enam malam, apabila yang meninggal adalah laki-laki.
Baca Juga:Membongkar Tatanan Sosial Suku Dayak Bahau: Raja, Kepala Suku, dan Lapisan Masyarakat
Tahapan ritual pemadaman api ini terdiri dari beberapa hal yang unik, termasuk bawaan makanan dari kerabat hingga cerita legendanya.
Berikut penjelasannya yang dikutip dari buku Upacara Tradisional Kematian Daerah Kaltim:
Bahan Makanan dari Kerabat
Pada hari ke-6 atau puncak acara dari ritual adat Tohoq, para kerabat dan sanak saudara yang datang biasanya membawa bahan makanan.
Bahan makanan ini ada yang membawa beras, beras ketan, ayam, babi dan lain-lain. Bawaan tersebut dimaksudkan sebagai sumbangan bagi keluarga yang ditimpa kesusahan.
Baca Juga:Tradisi Pra Pernikahan Suku Dayak Bahau: Ritual Sakral Menuju Kehidupan Baru
Seluruh Api Dipadamkan
Ritual pemadaman api biasanya dilakukan pada pagi hari. Dalam ritual ini, sumber-sumber api yang ada di dalam dan di luar rumah dipadamkan.
Jadi segala api yang di dalam maupun di luar rumah harus dipadamkan karena menurut pandangan suku Dayak Tunjung dengan dipadamkannya api berarti kematian sudah berakhir dan tidak ada kelanjutan lagi.
Legenda Asal Usul Pemadaman Api
Ada sebuah legenda yang mengisahkan tentang asal-usul dari upacara pemadaman api ini. Dalam legenda itu dikisahkan bahwa pada jaman dahulu Mahaji melaksanakan upacara kematian dengan mengadakan upacara memadamkan api.
Mahaji merupakan tetua dari Suku Dayak Benuaq yang memiliki cerita turun-temurun tentang pertemuannya dengan mahkluk gaib yang bernama Wok Lemo Bawo.
Dari legenda inilah suku Dayak Tunjung bisa melaksanakan upacara adat kematian dengan mengadakan upacara pemadaman api.
Pengantaran Jenazah
Pada sore harinya dari Tohoq ini orang mengantar kelangkang ke pinggir jalan yang tak jauh dari rumah. Kelengkang tersebut berjumlah tujuh buah yang berisikan makanan serta pakaian si mati yang sudah robek-robek.
Upacara mengantarkan kelangkang inilah yang sesungguhnya adalah upacara pengantaran roh si mati ke puncak gunung Lumut atau tempat persemayaman roh-roh yang sudah mati.
Pada waktu pulang mengantar kelangkang, orang yang mengantar kelangkang tidak boleh menengok ke belakang, karena menurut mereka itu adalah pantangan yang oleh Suku Dayak Tujung disebut perikng.
Kontributor : Maliana