Jadi segala api yang di dalam maupun di luar rumah harus dipadamkan karena menurut pandangan suku Dayak Tunjung dengan dipadamkannya api berarti kematian sudah berakhir dan tidak ada kelanjutan lagi.
Legenda Asal Usul Pemadaman Api
Ada sebuah legenda yang mengisahkan tentang asal-usul dari upacara pemadaman api ini. Dalam legenda itu dikisahkan bahwa pada jaman dahulu Mahaji melaksanakan upacara kematian dengan mengadakan upacara memadamkan api.
Mahaji merupakan tetua dari Suku Dayak Benuaq yang memiliki cerita turun-temurun tentang pertemuannya dengan mahkluk gaib yang bernama Wok Lemo Bawo.
Baca Juga:Membongkar Tatanan Sosial Suku Dayak Bahau: Raja, Kepala Suku, dan Lapisan Masyarakat
Dari legenda inilah suku Dayak Tunjung bisa melaksanakan upacara adat kematian dengan mengadakan upacara pemadaman api.
Pengantaran Jenazah
Pada sore harinya dari Tohoq ini orang mengantar kelangkang ke pinggir jalan yang tak jauh dari rumah. Kelengkang tersebut berjumlah tujuh buah yang berisikan makanan serta pakaian si mati yang sudah robek-robek.
Upacara mengantarkan kelangkang inilah yang sesungguhnya adalah upacara pengantaran roh si mati ke puncak gunung Lumut atau tempat persemayaman roh-roh yang sudah mati.
Pada waktu pulang mengantar kelangkang, orang yang mengantar kelangkang tidak boleh menengok ke belakang, karena menurut mereka itu adalah pantangan yang oleh Suku Dayak Tujung disebut perikng.
Baca Juga:Tradisi Pra Pernikahan Suku Dayak Bahau: Ritual Sakral Menuju Kehidupan Baru
Kontributor : Maliana