Sarip menuturkan, pada masa Kemerdekaan Indonesia di 1945, masyarakat Suku Balik di Sepaku hidup dalam kondisi yang sangat sederhana, seperti banyak suku asli lainnya di Kalimantan.
"Mereka sebagian besar bergantung pada sumber daya alam, dengan aktivitas utama berupa bercocok tanam, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan adat istiadat, serta interaksi yang minimal dengan dunia luar karena akses yang terbatas ke wilayah mereka," paparnya.
Sarip menegaskan, di periode 1970-an, pendidikan dan layanan kesehatan sangat terbatas bagi Suku Balik serta kebanyakan orang di suku tersebut tidak memiliki akses ke fasilitas-fasilitas dasar itu. Masyarakat hidup dalam komunitas-komunitas kecil yang terpencar di sekitar wilayah Sepaku, dengan pola kehidupan yang relatif terisolasi.
Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Suku Balik
Baca Juga:70% Warga Kaltim Hadiri Upacara HUT RI di IKN, Sisanya Undangan Khusus
Pada periode 1990-an, dengan meningkatnya upaya pemerintah untuk mengembangkan Kaltim, masyarakat Suku Balik mulai mengalami perubahan dalam kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Program-program pemerintah seperti transmigrasi dan pengembangan infrastruktur mulai memasuki wilayah Sepaku, yang secara perlahan mengubah pola hidup tradisional mereka.
Sarip melanjutkan, meskipun masih bergantung pada pertanian subsisten dan pemanfaatan hutan, masyarakat Sepaku mulai mengenal bentuk-bentuk ekonomi baru, seperti perdagangan hasil bumi.
Kontak dengan suku-suku lain dan pendatang juga semakin meningkat, terutama dengan adanya transmigran dari Pulau Jawa dan daerah lain yang mulai menetap di sekitar Sepaku .
"Namun, perubahan ini juga membawa tantangan, seperti persaingan untuk lahan dan sumber daya alam yang menjadi lebih intensif. Suku Balik mulai menghadapi tekanan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan ini, yang kadang kala mengancam cara hidup tradisional mereka," tuturnya.
Memasuki abad ke-21, masyarakat Suku Balik di Sepaku semakin terintegrasi dengan ekonomi modern. Banyak dari mereka yang beralih dari pertanian subsisten ke pekerjaan di sektor formal, seperti perkebunan, pertambangan, dan pekerjaan lain yang tersedia di wilayah tersebut.
Baca Juga:Sambut Tamu VIP HUT RI, Polresta Samarinda Intensifkan Pengamanan di Hotel dan Bandara
Beberapa mulai bekerja sebagai buruh atau karyawan di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kaltim. Namun, proses modernisasi ini juga menimbulkan dampak pada budaya dan identitas mereka.