"APBN yang seharusnya diinvestasikan untuk kepentingan mendesak kesejahteraan rakyat malah dihambur-hamburkan demi proyek mercusuar yang menyengsarakan rakyat. Laporan “Ibu Kota Baru untuk Siapa” dari Koalisi #BersihkanIndonesia menemukan indikasi bahwa penerima keuntungan dari proyek bisnis ini tak lain elite ekonomi-politik yang terhubung dengan pemerintahan saat ini,” tutur Meike.
Mereka menuntut, mestinya pemerintahan memulihkan Bumi Mulawarman yang dihantam krisis multidimensi. Namun, Jokowi justru melanggengkan praktik kolonial dengan memberi pengampunan dosa dan bonus berbisnis pengadaan infrastruktur di IKN kepada para investor dan oligarki.
Pembangunan megaproyek IKN pun, sebutnya, bukan hanya mendatangkan masalah bagi warga di Pulau Kalimantan. Masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, ikut terpapar debu akibat pertambangan batu dan kerikil untuk bahan material IKN.
"Pemindahan ibu kota juga tak otomatis menyelesaikan berbagai persoalan Jakarta, seperti masalah sampah plastik, banjir menahun, kemacetan, hingga polusi udara. Pemindahan ibu kota negara secara tiba-tiba tanpa mengoreksi watak pembangunan selama ini yang ekstraktif dan tidak berkelanjutan adalah langkah keliru. Perlu ada perombakan kebijakan struktural yang lebih komprehensif, partisipatif, dan inklusif, yang mengedepankan kelestarian lingkungan, sehingga proyek pembangunan sebuah kota—baik di Jakarta maupun di Penajam Paser Utara—tidak menjadi bancakan segelintir oligarki," terangnya.
Baca Juga:Dari 8.000 ke 1.300, Perubahan Besar Jumlah Tamu HUT RI di IKN karena Faktor Logistik