Sepaku dan Suku Balik, Terlupakan Saat Kemerdekaan, Kini Jadi Pusat Perhatian

Wilayah ini sebagian besar dihuni oleh masyarakat Suku Balik dan beberapa kelompok suku lainnya yang hidup dengan bercocok tanam, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan.

Denada S Putri
Rabu, 14 Agustus 2024 | 14:45 WIB
Sepaku dan Suku Balik, Terlupakan Saat Kemerdekaan, Kini Jadi Pusat Perhatian
Ilustrasi—pasangan suami istri masyarakat adat Suku Balik, Medan dan Rawan saat berada di kebun yang berada di kawasan inti IKN. [ANTARA]

SuaraKaltim.id - Sepaku merupakan kecamatan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Daerah itu kini dikenal sebagai wilayah yang akan menjadi bagian dari Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pada masa kemerdekaan Indonesia di 1945, Sepaku adalah wilayah yang masih sangat terpencil dan belum berkembang seperti sekarang. Di masa itu, Sepaku merupakan bagian dari wilayah administratif yang lebih luas di Kalimantan Timur (Kaltim).

Wilayah ini sebagian besar dihuni oleh masyarakat Suku Balik dan beberapa kelompok suku lainnya yang hidup dengan bercocok tanam, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan.

Kondisi geografis Sepaku terbilang terpencil dan terbatas infrastrukturnya. Hal itu membuat Sepaku tak banyak terlibat dalam peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Jawa dan Sumatera, pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga:70% Warga Kaltim Hadiri Upacara HUT RI di IKN, Sisanya Undangan Khusus

Melalui panggilan telepon, Pemerhati Sejarah Kaltim Muhammad Sarip mengatakan, pada masa kemerdekaan, wilayah Sepaku dan sekitarnya masih berada dalam kondisi yang sangat sederhana dengan akses yang terbatas.

"Kehidupan masyarakatnya sebagian besar masih bergantung pada hasil hutan dan pertanian subsisten. Jalur transportasi darat sangat terbatas, dan akses ke wilayah ini terutama dilakukan melalui sungai-sungai yang menjadi jalur utama transportasi di Kalimantan," katanya saat diwawancara Suara.com, Selasa (13/08/2024) malam.

Ia mengatakan, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, belum memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap wilayah Sepaku. Berita tentang kemerdekaan Indonesia kemungkinan besar sampai ke wilayah ini dengan lambat, mengingat keterbatasan komunikasi pada masa itu.

Bahkan, daerah di sekitar Sepaku saat itu, baru mendapatkan kabar soal Kemerdekaan usai beberapa hari setelahnya. Ia merinci, kabar tersebut diterima dan didengar terlebih dahulu oleh masyarakat di Samarinda, Tenggarong, Balikpapan, lalu menyusul kampung-kampung lain termasuk Sepaku.

"Pengaruh pemerintah pusat di Jakarta pun belum terasa kuat di daerah-daerah terpencil seperti Sepaku," sambungnya.

Baca Juga:Sambut Tamu VIP HUT RI, Polresta Samarinda Intensifkan Pengamanan di Hotel dan Bandara

Perkembangan Sepaku dalam 3 Dekade Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, perlahan-lahan pembangunan mulai merambah ke wilayah Bumi Mulawarman. Meskipun, fokus utama pemerintah masih berada di Jawa.

Pembangunan infrastruktur dasar dan perbaikan aksesibilitas mulai dilakukan beberapa dekade setelah kemerdekaan, membuka jalan bagi perkembangan wilayah seperti Sepaku.

"Sepaku pada masa awal kemerdekaan Indonesia lebih dikenal sebagai sebuah daerah yang jauh dari hiruk-pikuk politik dan pertempuran yang terjadi di pusat-pusat perjuangan kemerdekaan, tetapi (Sepaku) tetap menjadi bagian dari wilayah yang merdeka sebagai bagian dari Indonesia," terangnya.

Untuk diketahui, pada era 1980-an, pemerintah Indonesia mulai meningkatkan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa, termasuk di Kaltim. Untuk di Sepaku, pemerintah mulai membangun jalan-jalan dasar dan fasilitas umum sederhana.

Di 1990-an Perkembangan ini masih berjalan lambat, karena wilayah Sepaku belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Pemerintah mulai mendorong kegiatan ekonomi seperti pertanian dan perkebunan, serta pemanfaatan sumber daya alam seperti kayu. Pada periode ini, beberapa transmigrasi dari Jawa dan daerah lain juga terjadi, meskipun tidak sebesar di daerah lain di Kalimantan.

Ia melanjutkan, memasuki awal abad ke-21, Sepaku mulai menunjukkan perkembangan yang lebih signifikan. Pembangunan jalan yang lebih baik dan koneksi infrastruktur dengan wilayah-wilayah lain di Kaltim mulai dilakukan.

Di periode ini, industri pertambangan dan perkebunan sawit juga mulai berkembang, meskipun tidak sebesar di wilayah lain di Kaltim. Wilayah Sepaku mulai mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah dan nasional, terutama karena potensi sumber daya alamnya.

"Namun, Sepaku masih tetap dikenal sebagai daerah yang relatif terpencil dengan perkembangan ekonomi yang terbatas."

Suku Balik, Warga Asli Sepaku dari Kemerdekaan sampai 1990-an

Untuk diketahui, Suku Balik adalah salah satu kelompok etnis asli yang mendiami wilayah Sepaku. Suku ini memiliki sejarah panjang yang terjalin erat dengan perkembangan wilayah tersebut, dari masa kemerdekaan hingga saat ini.

Sarip menuturkan, pada masa Kemerdekaan Indonesia di 1945, masyarakat Suku Balik di Sepaku hidup dalam kondisi yang sangat sederhana, seperti banyak suku asli lainnya di Kalimantan.

"Mereka sebagian besar bergantung pada sumber daya alam, dengan aktivitas utama berupa bercocok tanam, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh tradisi dan adat istiadat, serta interaksi yang minimal dengan dunia luar karena akses yang terbatas ke wilayah mereka," paparnya.

Sarip menegaskan, di periode 1970-an, pendidikan dan layanan kesehatan sangat terbatas bagi Suku Balik serta kebanyakan orang di suku tersebut tidak memiliki akses ke fasilitas-fasilitas dasar itu. Masyarakat hidup dalam komunitas-komunitas kecil yang terpencar di sekitar wilayah Sepaku, dengan pola kehidupan yang relatif terisolasi.

Perubahan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Suku Balik

Pada periode 1990-an, dengan meningkatnya upaya pemerintah untuk mengembangkan Kaltim, masyarakat Suku Balik mulai mengalami perubahan dalam kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Program-program pemerintah seperti transmigrasi dan pengembangan infrastruktur mulai memasuki wilayah Sepaku, yang secara perlahan mengubah pola hidup tradisional mereka.

Sarip melanjutkan, meskipun masih bergantung pada pertanian subsisten dan pemanfaatan hutan, masyarakat Sepaku mulai mengenal bentuk-bentuk ekonomi baru, seperti perdagangan hasil bumi.

Kontak dengan suku-suku lain dan pendatang juga semakin meningkat, terutama dengan adanya transmigran dari Pulau Jawa dan daerah lain yang mulai menetap di sekitar Sepaku .

"Namun, perubahan ini juga membawa tantangan, seperti persaingan untuk lahan dan sumber daya alam yang menjadi lebih intensif. Suku Balik mulai menghadapi tekanan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan ini, yang kadang kala mengancam cara hidup tradisional mereka," tuturnya.

Memasuki abad ke-21, masyarakat Suku Balik di Sepaku semakin terintegrasi dengan ekonomi modern. Banyak dari mereka yang beralih dari pertanian subsisten ke pekerjaan di sektor formal, seperti perkebunan, pertambangan, dan pekerjaan lain yang tersedia di wilayah tersebut.

Beberapa mulai bekerja sebagai buruh atau karyawan di perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kaltim. Namun, proses modernisasi ini juga menimbulkan dampak pada budaya dan identitas mereka.

"Sebagian besar generasi muda mulai meninggalkan tradisi dan bahasa asli mereka, sementara akses ke pendidikan dan layanan kesehatan mulai meningkat, walaupun masih terdapat disparitas dibandingkan dengan daerah perkotaan," ujarnya.

Dampak Penetapan Ibu Kota

Penetapan Sepaku sebagai bagian dari lokasi IKN pada 2019 lalu, membawa perubahan besar bagi masyarakat Suku Balik. Pembangunan infrastruktur besar-besaran dan kedatangan penduduk baru, baik dari Indonesia maupun luar negeri, mengubah dinamika sosial dan ekonomi di wilayah tersebut secara signifikan.

Menurut Sarip, Suku Balik yang sebelumnya hidup dalam komunitas-komunitas kecil, kini menghadapi tantangan dalam mempertahankan identitas budaya mereka di tengah arus modernisasi yang cepat.

"Beberapa kelompok masyarakat mulai terlibat dalam program-program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti pelatihan keterampilan dan akses ke pekerjaan baru yang muncul dari proyek pembangunan IKN," tambahnya.

Namun, ada juga kekhawatiran bagi Sarip soal hal tersebut. Perkembangan ini baginya, dapat mengancam keberlangsungan budaya dan tanah adat Suku Balik.

Melansir dari website www.ikn.go.id,Otorita IKN melakukan kunjungan ke tokoh-tokoh lokal dan Kementerian Lembaga (K/L) di sekitar kawasan IKN. Kunjungan itu terjadi pada Senin (03/07/2023) lalu.

Kunjungan tersebut diklaim untuk menjaga hubungan baik antara OIKN dengan K/L dan warga sekitar, baik dalam proses pembangunan maupun pelaksanaannya.

"Kita lakukan pertemuan ini sebagai bagian dari komitmen OIKN untuk menggandeng tokoh lokal dalam pembangunan. Karena dengan dukungan dan doa masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar IKN, pembangunan ibu kota baru kita ini dapat berjalan sesuai dengan harapan kita semua,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak