SuaraKaltim.id - Hairul Anwar, Dosen Ekonomi Universitas Mulawarman, memberikan pandangan kritis terhadap janji-janji politik dari salah satu pasangan calon (paslon) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) yang menawarkan program pendidikan dan layanan publik gratis.
Menurut Hairul, program tersebut harus dikaji lebih mendalam dari sisi pendanaan dan dampaknya pada pembangunan daerah. Janji program gratis yang ditawarkan paslon tidak bisa dilihat semata dari realistis atau tidaknya.
"Masalahnya bukan pada apakah janji itu realistis, tapi lebih kepada dari mana sumber dananya. Nantinya kan mereka tidak akan menggunakan uang pribadi, tetapi uang publik, yang penggunaannya harus disetujui melalui wakil-wakil rakyat," ujarnya, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Senin (21/10/2024).
Hairul menekankan, sumber utama pendanaan daerah, terutama di Kaltim, berasal dari dana transfer pemerintah pusat, yang sebagian besar bergantung pada sektor energi seperti batu bara dan minyak.
Baca Juga:Pilkada Kaltim Memanas, BEM Unmul Serukan Paslon Terima Kritik Tanpa Pembungkaman
"Jika harga energi seperti batu bara turun drastis pada 2025, ini akan sangat memengaruhi pundi-pundi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," jelasnya.
Ia mengingatkan, kepada paslon untuk mengalokasikan anggaran secara besar-besaran untuk program gratis, dapat menggerus anggaran untuk sektor penting lainnya. Apalagi, masih banyak sektor yang perlu diperhatikan Paslon untuk kemajuan Kaltim kedepannya.
Selain itu, ada risiko ketika dana terbatas, sementara janji-janji kampanye memerlukan anggaran besar.
"Ambisi untuk memberikan layanan gratis pada akhirnya bisa memakan kue pembangunan pada sektor yang lain," katanya.
Dari sisi dampak sosial, Hairul juga menekankan bahwa pemberian fasilitas gratis secara terus-menerus bisa merusak mentalitas masyarakat.
Baca Juga:Dinasti Politik Golkar Kaltim Dipertanyakan, Kader Senior Terancam Tersingkir?
"Betulkah yang gratis-gratis itu baik bagi masyarakat? Kita tidak ingin menciptakan ketergantungan. Masyarakat harus tetap berusaha, bukan hanya bergantung pada pemberian gratis dari pemerintah," tambahnya.
Sepengalamannya, program gratis atau memurahkan perdedaran barang atau fasilitas kepada masyarakat akan dampak negatif.
Hal tersebut Hairul sampaikan karena berkaca pada kebijakan murah di era Orde Baru, yang meski membantu masyarakat dalam jangka pendek, justru membuat Indonesia kurang kompetitif di masa krisis. Menurutnya, kebijakan gratis yang berlebihan dapat menumpulkan semangat masyarakat untuk berkembang.
Lebih jauh, Hairul menekankan pentingnya Kaltim untuk bertransformasi dari ekonomi yang berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi yang lebih berkelanjutan.
"Kita perlu mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan atau sektor lainnya yang memiliki potensi besar di Kaltim. Bukan hanya mengekspor bahan mentah, tapi juga mengolahnya agar menghasilkan nilai tambah," tegasnya.
Menurut Hairul, transformasi ini sangat penting agar Kaltim tidak terus bergantung pada sektor tambang yang tidak renewable.
"Kita harus berani mengubah paradigma, dari ekonomi yang tergantung pada sumber daya energi, menuju ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan," ujarnya.
Hairul berharap masyarakat Kaltim bisa lebih kritis dalam menilai janji-janji kampanye. Terutama yang menawarkan program gratis.
"Masyarakat harus melihat apakah janji-janji tersebut realistis dan bagaimana calon pemimpin akan membiayainya. Jangan hanya tergiur dengan janji tanpa memahami dampaknya terhadap masa depan ekonomi daerah," tutupnya.