SuaraKaltim.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda mengecam keras insiden penyerangan dan pembunuhan yang terjadi di Posko “Masyarakat Stop Hauling Batubara” di Muara Kate, Kabupaten Paser, Kaltim.
Peristiwa ini menewaskan Rusel (60), seorang tokoh masyarakat adat Muara Langon, akibat luka bacok di leher. Selain itu, Ansom (55), tokoh adat lainnya, masih dirawat intensif di RS Panglima Sebaya, Tanah Grogot.
Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, menilai kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terkait aktivitas hauling batubara yang menggunakan jalan umum.
“Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan pembunuhan terhadap masyarakat yang sedang memperjuangkan hak mereka. Peristiwa ini adalah pelanggaran HAM yang serius,” tegasnya, disadur dari KaltimToday.co--Jaringan Suara.com, Sabtu (16/11/2024).
Baca Juga:Bawaslu Kaltim Panggil Aliansi Kotak Kosong Samarinda dan Satpol PP untuk Klarifikasi Laporan
Peristiwa bermula dari protes masyarakat Muara Kate terhadap aktivitas hauling PT Mantimin Coal Mining. Sebelumnya, kecelakaan yang melibatkan angkutan hauling perusahaan tersebut menyebabkan tewasnya Pendeta Pronika pada 26 Oktober 2024.
Insiden itu memicu aksi demonstrasi masyarakat dan mahasiswa pada 28 Oktober 2024, yang menghasilkan kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah daerah untuk menghentikan sementara aktivitas hauling di jalan umum. Namun, warga kemudian mendirikan posko pengawasan untuk memastikan larangan tersebut dipatuhi.
“Penyerangan ini diduga kuat terkait dengan upaya warga menegakkan aturan yang sudah jelas. Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 dengan tegas melarang penggunaan jalan umum untuk pengangkutan batubara,” jelas Fathul.
LBH Samarinda juga menyoroti adanya dugaan pembiaran oleh pemerintah daerah terkait pelanggaran ini. Menurut Fathul, lemahnya pengawasan terhadap aktivitas hauling batubara menjadi salah satu penyebab utama terjadinya konflik yang berujung kekerasan.
“Kejadian ini seharusnya tidak terjadi jika pemerintah dan aparat penegak hukum menjalankan tugasnya dengan tegas. Pembiaran seperti ini menunjukkan ketidakberpihakan kepada masyarakat,” tambahnya.
Baca Juga:Kritik Dinasti Politik Jadi Sorotan, Bawaslu Samarinda Periksa Akbar Terkait Tuduhan Kampanye Hitam
LBH Samarinda menuntut Kepolisian Republik Indonesia untuk segera mengusut tuntas kasus ini, termasuk menindak pelaku penyerangan dan memastikan pertanggungjawaban hukum dari PT Mantimin Coal Mining.
“Kami meminta pihak kepolisian tidak hanya menghentikan aktivitas ilegal, tetapi juga menegakkan keadilan bagi masyarakat adat yang menjadi korban,” tegas Fathul.
Selain itu, LBH Samarinda mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas tambang yang merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat.
“Krisis lingkungan ini adalah tanggung jawab bersama. Semua pihak harus memastikan perlindungan terhadap hak hidup dan lingkungan masyarakat,” pungkasnya.