SuaraKaltim.id - Komisi X DPR RI menunjukkan keseriusannya dalam menyusun sistem pendidikan nasional yang inklusif dan adaptif dengan turun langsung ke daerah untuk menyerap aspirasi publik.
Salah satunya melalui kunjungan kerja ke Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalimantan Timur (Kaltim) pada Kamis, 8 Mei 2025.
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian serentak yang juga digelar di Yogyakarta dan Jambi.
Dipimpin oleh Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, yang juga legislator asal Dapil Kaltim, kunjungan ini dimaksudkan untuk menghimpun pandangan dan masukan dari para pemangku kepentingan pendidikan di daerah terhadap Revisi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Baca Juga:Babulu Didorong Jadi Dapur Pangan IKN, Mentan Dijadwalkan Kunjungi Lokasi
“Setelah lebih dari dua dekade, UU Sisdiknas menjadi landasan utama dalam sistem pendidikan kita. Namun perkembangan teknologi, dinamika sosial, dan tantangan global menuntut adanya penyempurnaan regulasi agar lebih relevan dan berdampak luas. Inilah saatnya kita melangkah bersama menyusun kerangka hukum yang menyatukan seluruh undang-undang pendidikan dalam satu dokumen yang komprehensif,” tegas Hetifah, dikutip dari keterangan rilis yang diperoleh, Jumat, 9 Mei 2025.
Komisi X membawa pendekatan kodifikasi dalam proses revisi ini, yakni dengan mengintegrasikan berbagai undang-undang pendidikan seperti UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi.
Pendekatan ini dinilai penting untuk mengatasi tumpang tindih aturan dan menciptakan sistem pendidikan yang lebih solid.
“Kami ingin memastikan bahwa revisi ini menyatukan semangat pemerataan akses pendidikan, peningkatan kualitas, integrasi teknologi, serta penguatan nilai karakter dan inklusivitas. Pendidikan kita harus mampu menjangkau semua anak bangsa, termasuk mereka yang berada di wilayah 3T dan yang berkebutuhan khusus,” tambah Hetifah.
Tak sekadar mendengar laporan dari pemerintah pusat, Komisi X DPR RI membuka ruang dialog langsung dengan beragam perwakilan pendidikan lokal, mulai dari BPMP, BGTK, Kemenag, Disdik, hingga unsur pendidikan non-formal, pesantren, dan organisasi profesi guru.
Baca Juga:Demi Masa Depan IKN, Kaltim Dapat Status Khusus Penanganan Karhutla
Aspirasi dan pengalaman dari daerah menjadi bahan penting dalam pembentukan kebijakan yang lebih merata dan adil.
Hetifah hadir bersama sejumlah anggota Komisi X DPR RI lainnya, seperti Mahfudz Abdurrahman, Anita Jacoba Gah, La Tinro La Tunrung, dan Muhammad Nur Purnamasidi.
Turut hadir pula pejabat Kementerian Pendidikan, staf ahli, dan tim sekretariat DPR RI.
“Revisi UU Sisdiknas ini bukan hanya agenda administratif legislatif, melainkan gerakan bersama untuk menyiapkan generasi muda yang kritis, kreatif, dan siap menghadapi masa depan. Kami mengajak seluruh masyarakat, khususnya di Kalimantan Timur, untuk ikut terlibat aktif dalam proses ini,” tutur Hetifah.
Hetifah Sjaifudian Tuntut Akses Pendidikan Setara melalui Wajib Belajar 13 Tahun di Kaltim
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menekankan pentingnya percepatan program Wajib Belajar 13 Tahun sebagai langkah strategis untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di Kalimantan Timur (Kaltim).
Pernyataan tersebut disampaikan Hetifah saat membuka Workshop Pendidikan dengan tema “Wajib Belajar 13 Tahun: Strategi Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan”, yang diselenggarakan di Samarinda.
Workshop ini dihadiri oleh kepala sekolah dan guru dari berbagai jenjang pendidikan, serta pemangku kepentingan pendidikan dari tingkat pusat dan daerah, termasuk Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
“Wajib Belajar 13 Tahun bukan hanya soal memperpanjang masa belajar, tapi juga menjamin bahwa seluruh anak Indonesia, termasuk di Kaltim, mendapatkan pendidikan yang bermutu dari PAUD hingga SMA/K sederajat,” jelas Hetifah, Jumat, 9 Mei 2025.
Sebagai wakil rakyat dari Kaltim, Hetifah mengungkapkan berbagai tantangan pendidikan yang masih dihadapi daerah tersebut, seperti kesenjangan akses antar wilayah, kekurangan tenaga pendidik berkualitas, dan keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Kami di Komisi X DPR RI mendorong sinergi antar lembaga, termasuk pemerintah pusat, daerah, dan dunia usaha, agar pembiayaan dan dukungan kebijakan terhadap program ini benar-benar terasa di lapangan," tambahnya.
Workshop ini juga menghadirkan berbagai narasumber dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Dinas Pendidikan Kaltim dan Samarinda, serta akademisi dan praktisi pendidikan.
Mereka membahas secara mendalam strategi kebijakan pendidikan, model pendampingan daerah, hingga contoh praktik baik dari sekolah dan komunitas.
Hetifah juga menekankan perlunya pendekatan yang kontekstual dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan.
“Setiap daerah memiliki tantangan dan keunikan masing-masing. Oleh karena itu, kebijakan pusat harus fleksibel, dan daerah harus diberi ruang untuk berinovasi,” tegasnya.
Pada akhirnya, Hetifah berkomitmen untuk terus memperjuangkan kebijakan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan di parlemen, guna memastikan seluruh generasi muda Kaltim memperoleh akses yang setara dalam mendapatkan pendidikan berkualitas.