Usai Longsor Maut, Pemprov Kaltim Bangun Rumah untuk Korban di Lempake

Seno Aji, turun langsung meninjau lokasi bencana yang menewaskan empat orang dan berdampak pada lima kepala keluarga.

Denada S Putri
Kamis, 15 Mei 2025 | 13:47 WIB
Usai Longsor Maut, Pemprov Kaltim Bangun Rumah untuk Korban di Lempake
Wagub Kaltim, Seno Aji saat mengunjungi wilayah yang terdampak longsor. [kaltimtoday.co]

Modal Rp 7 Juta Hanyut Bersama Padi: Nestapa Petani di Samarinda

Hujan deras yang mengguyur Samarinda belum lama ini kembali membawa dampak berat bagi petani.

Sekitar 50 hektare sawah di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, kini terendam banjir dan terancam gagal panen.

Bencana berulang ini menegaskan betapa rentannya sektor pertanian terhadap cuaca ekstrem, terlebih dengan minimnya perlindungan bagi petani.

Baca Juga:Struktur Terowongan Aman, Longsor di Inlet Tak Ganggu Proyek Strategis Samarinda

Adung KS Utomo, Ketua Kelompok Tani Krida Karya Utama sekaligus Manajer Brigade Pangan Suluh Manuntung Samarinda, Rabu, 14 Mei 2025, menyatakan kondisi air belum menunjukkan tanda-tanda surut.

Bahkan, hujan yang terus turun sejak Selasa sore justru memperparah banjir.

"Untuk wilayah sawah di Kecamatan Samarinda Utara, memang di Kelurahan Lempake yang terparah," ujarnya, disadur dari ANTARA, Kamis, 15 Mei 2025.

Menurut Adung, sawah di Betapus, Girirejo, hingga Muang Ilir menjadi area paling terdampak.

Tanaman padi di sana dalam berbagai fase pertumbuhan—mulai dari bunting, keluar malai, hingga siap panen.

Baca Juga:Perpustakaan Kaltim Terdampak Banjir, Buku Bacaan Anak Jadi Korban

"Bahkan, ada petani yang sudah memanen namun hasil panennya ikut terendam dan hanyut," ucapnya.

Wilayah Samarinda Utara sebenarnya memiliki target olah tanam seluas 210 hektare.

Namun, sekitar seperempatnya kini menghadapi ancaman gagal panen akibat banjir.

Situasi ini diperparah dengan minimnya jaminan perlindungan, seperti asuransi pertanian, yang prosesnya dianggap rumit dan tidak efektif saat dibutuhkan.

"Ini tanam yang kedua. Yang pertama waktu banjir yang bulan Januari 2025. Nah, setelah itu kami tanam kembali, lalu sudah mendekati panen kebanjiran lagi hari ini," keluh Adung.

Ia menyebutkan salah satu rekan petani bahkan telah mengeluarkan biaya sekitar Rp 7 juta untuk mengolah lahan kurang dari dua hektare—modal yang kini hampir pasti lenyap.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini