SuaraKaltim.id - Meskipun tekanan global mulai memengaruhi sektor ekspor utama, ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) diprediksi tetap tumbuh positif hingga akhir 2025.
Bank Indonesia (BI) Kaltim memproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi daerah ini akan mencapai 5,8 persen.
Angka ini memang sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen, namun tetap menunjukkan ketahanan di tengah perlambatan ekspor batu bara.
Salah satu penyebab utama melemahnya ekspor adalah penurunan permintaan batu bara dari dua negara tujuan utama, yakni China dan India, akibat pergeseran orientasi energi mereka.
Baca Juga:Kaltim Siapkan Seragam Gratis untuk SMA, SMK, dan SLB, Tuntas 2026
Hal itu disampaikan Kepala BI Kaltim, Budi Widihartanto, di Samarinda, Sabtu, 5 Juli 2025.
"Selama ini permintaan batu bara terbesar adalah dari China dan India, namun dua negara ini mengalami pergeseran penggunaan energi, yakni tidak lagi dominan berbasis termal, tapi mengutamakan energi terbarukan," ujar Budi, disadur dari ANTARA, Minggu, 6 Juli 2025.
Menurut Budi, kedua negara tersebut telah mengurangi ketergantungan terhadap batu bara sebagai sumber utama pembangkit listrik.
China, misalnya, kini lebih fokus mengembangkan sumber energi hijau. Hal serupa juga terjadi di India, yang mengalihkan prioritasnya dari energi termal ke energi ramah lingkungan.
Kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk mulai melakukan transisi serupa.
Baca Juga:Sekolah Rakyat Butuh Lahan 8 Hektare, Daerah di Kaltim Mulai Bergerak
Salah satu alternatif yang disoroti adalah pemanfaatan tanaman sebagai sumber energi terbarukan.
"Kalau kita belum memanfaatkan pohon menjadi energi listrik, maka yang diincar adalah pasar ekspor, yakni pohon dengan kandungan listrik tinggi tersebut bisa dijual ke pasar global, China misalnya," jelasnya.
Budi mencontohkan sejumlah tanaman potensial seperti kaliandra merah, gamal, dan kedondong yang dapat dijadikan substitusi batu bara atau bahkan bahan bakar minyak.
Bila dikembangkan serius, Indonesia bisa mengambil peran dalam pasar energi terbarukan global.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa penurunan permintaan batu bara dari China dan India sebenarnya telah terjadi sejak triwulan I hingga triwulan II tahun ini, tetapi diperkirakan mulai membaik pada semester kedua.
"Selain pencairan beberapa proyek pemerintah, sejumlah proyek strategis dari swasta pun diperkirakan membaik pada triwulan III dan IV," kata Budi.