Scroll untuk membaca artikel
Yovanda Noni
Sabtu, 17 Oktober 2020 | 10:57 WIB
Hiasan limbah kepiting di Kutai Kartanegara (foto: Fatahillah Awaluddin)

SuaraKaltim.id - Siapa sangka, limbah kepiting bisa menjadi kerajinan yang unik dan eksotis. Harga jualnya pun cukup tinggi dengan pemesanan yang sangat banyak.

Hal itu dibuktikan oleh Suwarno (42), warga Desa Anggana, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebagai daerah produsen kepiting, tentu banyak limbah kepiting yang dibuang begitu saja.

“Awalnya saya melihat di daerah saya ini banyak limbah kepiting yang dibuang. Kepiting yang dibuang itu adalah kepiting mati yang tidak mungkin lagi dipasarkan,” kata Suwarno saat ditemui di rumahnya di Gang Keluarga, Jalan Masjid, Anggana, Kamis (16/10/2020).

Apalagi, kepiting itu berkualitas super dan pasarannya adalah tujuan ekspor atau restoran mewah. Sehingga ukurannya cukup besar.

Baca Juga: Di Pedalaman Kutai Kartanegara, Ternyata Ada Hutan Anggrek Hitam

Suwarno menunjukkan olahan kerajinan tangan dari limbah kepiting (Foto : Fatahillah Awaluddin)

Suwarno kemudian tergerak untuk mengolah dan memulai kerajinannya apada awal tahun 2020 silam. Dengan modal dan alat seadanya, dia memulai membuat kepiting menjadi kerajinan tangan.

“Saya kumpulkan kepiting-kepiting yang mati itu lalu membuang semua isinya. Dulu saya menyemprotkan formalin, karena sudah susah membeli, saya manfaatkan alam,” kata karyawan alih daya di sebuah perusahaan migas itu.

Membuang bagian dalam kepiting dengan memanfaatkan alam rupanya gampang-gampang susah. Suwarno harus mencari sarang semut rangrang yang biasa berada di pepohonan.

“Kepiting yang mau kita olah itu ditaruh di sarang semut, nanti semut-semut itu yang memakan habis bagian dalam kepiting,” katanya seraya tersenyum.

Hasilnya, bagian dalam kepiting habis dan hanya menyisakan cangkang, termasuk di bagian capitnya. Dengan cara ini, Suwarno tak lagi membutuhkan bahan kimia.

Baca Juga: Kisah Meri, Siap Hadapi Resesi dengan Tumpar Benuaq dari Kutai Kartanegara

Rata-rata, untuk satu kepiting, semut membutuhkan waktu empat hari untuk membersihkan bagian dalam kepiting. Waktu ini terhitung cepat, tergantung jumlah semut dalam satu koloni sarang.

“Hanya saja saya harus rajin berkeliling mencari sarang semut,” katanya.

Setelah bersih, kepiting lalu dipoles dengan pernis agar tampak menarik. Suwarno hanya menggunakan pernis agar ciri khas dan warna asli kepiting tidak hilang.

Untuk aksesoris tambahan, biasanya diambil dari limbah batok kelapa. Untuk mempertahankan khas Kutai Kartanegara, kadang Suwarno menggunakan akar pepohonan.

“Semuanya kita rangkai seunik mungkin agar bisa menjadi kerajinan unik dan laku di pasaran,” sebutnya.

Harga jualnya bervariatif, mulai dari Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. Harga sangat tergantung dari tingkat kerumitan, ukuran kepiting, dan nilai estetikanya.

Meski demikian, Suwarno sudah kebanjiran pesanan. Bahkan dia mengaku, gajinya di perusahaan tempatnya bekerja setiap bulan masih utuh.

“Usaha ini sangat menghidupi, bahkan saya bisa beli tanah,” katanya sambil tersenyum.

Pemesannya juga sudah sangat luas. Tak hanya dari Kalimantan Timur, pemesanan juga datang dari Tarakan, Kalimantan Utara. Padahal, Suwarno hanya memaksimalkan media sosial sebagai sarana promosi.

Kepala Bidang Pengelolaan Komunikasi Publik, Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kutai Kartanegara, Ahmad Rianto, menyebut kerajinan tangan olahan Suwarno telah meraih juara 2 lomba desain souvenir yang dilaksanakan Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pihaknya pun mengapresiasi usaha Suwarno dalam mengembangkan potensi kerajinan tangan.

“Kita sangat mengapresiasi dan mendukung langkah beliau, rencananya kami juga akan bantu promosinya,” kata Rianto.

Promosi yang dimaksud, sambungnya, dengan melibatkan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) bentukan Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kutai Kartanegara di setiap kecamatan.

Kelompok penggiat informasi ini akan membantu membuat konten yang menarik kemudian jadi alat promosi.

“Konten bisa berupa foto, infografis, hingga video yang memudahkan pelaku usaha kecil mempromosikan usahanya. Dan ini tidak hanya untuk Pak Suwarno saja, kita fasilitasi untuk usaha yang lain agar warga tergerak berusaha dan tidak perlu khawatir soal promosi,” ungkapnya.

Rianto juga berharap agar pelaku usaha kecil seperti Suwarno bisa melibatkan banyak warga lain agar mau berusaha, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini.

“Setidaknya bisa memberikan inspirasi bagi warga lain agar ikut berkreasi sehingga menghasilkan produk bernilai ekonomis,” pungkasnya.

Kontributor : Fatahillah Awaluddin

Load More