SuaraKaltim.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) menetapkan daun kratom (Mitragyna speciosa) dilarang total digunakan dalam suplemen. Baik untuk makanan dan obat tradisional.
Pelarangan tersebut mulai berlaku secara menyeluruh pada 2022 atau lima tahun masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.
Di Kutai Kartanegara (Kukar) sendiri, tanaman kratom tersebar dan banyak dijumpai dihamparan pinggir Sungai Mahakam. Khususnya wilayah hulu Kukar, seperti Kecamatan Muara Wis, Muara Muntai dan Kota Bangun. Bahkan diperkirakan ada sekitar 12 ribu petani yang mengandalkan mata pencaharian dari tanaman itu.
Menanggapi hal ini, Wakil Bupati Kukar, Rendi Solihin mengatakan, sejak dilantik sebagai Ketua BNK Kukar, pihaknya dengan gencar melakukan sosialisasi kepada para petani. Ia melihat, jumlah petani yang menggeluti kratom lumayan banyak dengan jumlah yang sudah disebiutkan sebelumnya.
“Memang kratom tanaman liar dan memiliki potensi yang menghasilkan sehingga menjadikan itu sebagai mata pencaharian. Kedepan sosialisasi dilakukan bertujuan supaya mereka cepat beralih profesi sebelum itu menjadi ilegal,” katanya dikutip dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Jumat (17/9/2021).
Tak hanya sekadar sosialisasi, kini pihaknya sedang mempersiapkan skema bidang apa untuk mereka yang beralih profesi, salah satunya perikanan. Rata-rata kratom tumbuh di kawasan pinggiran sungai, besar kemungkinan untuk beralih budidaya ikan.
Sejauh ini tanaman tersebut merupakan penghasilan utama masyarakat, misalnya di Kalimantan Barat yang paling besar dan banyak di Indonesia yang menanam kratom. Mungkin ada sekitar 300 ribu petani, apabila itu sudah ilegal di Indonesia maka akan dialihkan kemana pekerjaannya.
“Hal ini juga tentunya akan dialami para petani di Kukar apalagi jumlahnya lumayan banyak,” ungkapnya.
Rendi menjelaskan total lahan yang digunakan saat ini kurang lebih ada 1.200 hektar, jika diasumsikan perhektarnya ada 10 orang yang bertani disitu. Setidaknya masyarakat yang budidaya hampir setengah dari total lahan, sedangkan yang lain memang tumbuh liar.
Baca Juga: Gauli Anak Tiri Sejak 2009 Sampai 2021 Sebanyak 50 Kali, Dukun Ini Diamankan Polres Kutim
“Solusinya, lagi kami skemakan sekarang peralihan dari petani entah itu yang liar atau budidaya. Nah yang budidaya ini kami data,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Kemendagri Dampingi Bangkalan Susun Perda Pajak dan Retribusi yang Lebih Adaptif
-
DPR Minta Pendirian Pesantren Wajib Sertifikat Laik Fungsi
-
Menkum Supratman Tegaskan Penyidik TNI Hanya Tangani Anggota Sendiri di RUU Keamanan Siber
-
Belajar dari Tragedi Al Khoziny, Ahmad Ali Serukan Solidaritas dan Pengawasan Ketat Bangunan
-
Prabowo Dorong Meritokrasi di TNI: Kualitas Jadi Tolok Ukur, Bukan Senioritas