Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 13 Desember 2021 | 21:21 WIB
Wali Kota Samarinda, Andi Harun. [kaltimtoday.co]

SuaraKaltim.id - Wali Kota Samarinda Andi Harun ingin memberantas praktik pungutan liar (Pungli), yang kerap terjadi saat warga mengurus sertifikat tanah dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari Kementerian BPN. Caranya, dengan melegalkan pungli tersebut.

Program dari pemerintah pusat ini sejatinya gratis bagi masyarakat. Tapi di lapangan, ada saja oknum kelurahan/desa yang melakukan pungli. Dalihnya, biaya administrasi pengurusan sertifikat tanah.

Di Samarinda bahkan pada Oktober 2021 seorang lurah ditangkap polisi karena terbukti melakukan pungli. Lurah tersebut mewajibkan masyarakat membayar Rp 1,5 juta per kavling (200 meter persegi) untuk masyarakat yang mengurus program PTSL.

Dengan melegalkan pungli tersebut, menurut Andi Harun akan mencegah biaya peninjauan lapangan yang selama ini dijadikan modus, tidak ditentukan di luar batas kewajaran.

Baca Juga: Telepon Genggam Radiatul Auliyah Digondol Jukir di Tepian Mahakam: Gelagat Mencurigakan

“Programnya (PTSL) gratis, tapi kan staf kelurahan dan lainnya perlu turun ke lapangan. Kalau ada biaya yang diperlukan, itu mau diseragamkan se-Samarinda. Kalau Rp 100 ribu ya segitu. Supaya tidak jadi pungutan liar,” katanya melansir dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Senin (13/12/2021).

Ia mengungkapkan, selama ini pungutan yang dilakukan staf kelurahan berbeda-beda untuk keperluan peninjauan ke lapangan. Mulai dari Rp 100 ribu, Rp 250 ribu, hingga ada yang dipatok Rp 300 ribu.

Legalisasi pungutan, sebutnya, akan diatur dalam peraturan wali kota. Di dalam aturan itu, nantinya nominal yang dibayar masyarakat akan diseragamkan nominalnya, ketika mengurus sertifikat tanah.

“Jika ada orang yang membayar lebih atau dimintai lebih, maka dia bisa melaporkan itu sebagai tindakan pungutan liar,” tegasnya.

Politisi dari Partai Gerindra itu menerangkan, perwali yang mengatur soal pungutan itu saat ini masih dalam proses penyusunan. Namun dia memberikan kepastian bahwa duit yang diserahkan masyarakat itu tidak ada yang masuk ke kas pemkot. Pungutan hanya digunakan untuk keperluan peninjauan ke lapangan staf kelurahan.

Baca Juga: Beli Ganja di Media Sosial, Lakukan Transaksi di Rumah, SF Remaja Asal Samarinda Ditangkap

“Tidak dalam bentuk retribusi atau lainnya. Rp 1 pun tidak akan masuk ke kas daerah,” ujarnya.

Sebagai informasi, ada 1.000 sertifikat dari program PTSL Kementerian BPN diberikan kepada warga Samarinda, di hari yang sama. Sedangkan sisanya, akan diserahkan secara bertahap sesuai ketentuan yang berlaku.

Orang nomor satu di Samarinda itu langsung hadir dalam acara tersebut untuk mengungkapkan bahwa dengan adanya sertifikat tersebut, akan memberikan jaminan dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah masyarakat.

Ia berpesan agar sertifikat tersebut, bisa segera difotokopi atau di-scan, serta dijaga sebaik-baiknya. Hal itu berguna jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, sertifikat hilang, berbekal fotokopi, salinan sertifikat bisa kembali diurus.

Ia juga menyebut, sertifikat bisa menjadi jaminan jika masyarakat ingin melakukan pinjaman di bank. Namun dia mengingatkan agar masyarakat bisa mencari tahu terlebih dahulu bank mana yang baik.

“Sebelum meminjam, harus ada pertimbangan dulu. Hitung baik-baik pinjaman. Jika dirasa tak sanggup membayar, jangan memaksakan untuk ambil pinjaman,” pesannya.

Agus Purwanto, salah seorang warga Samarinda Seberang mendapatkan sertifikat tanah dari program PTSL yang dibagikan Pemkot Samarinda. Agus menyebut, dia mendapatkan informasi soal PTSL dari RT kemudian diteruskan ke kelurahan. 

“Saya urus kurang lebih satu tahun. Tidak ada diminta bayaran sepeser pun,” ungkap Agus.

Setelah mendapat sertifikat, Agus merasa lebih tenang. Sebelumnya dia khawatir dokumen kepemilikan tanahnya tumpang tindih karena hanya berbekal surat PPAT.

Seorang warga, Nur Aini juga mengurus sertifikat tanah dari program PTSL. Nur Aini  mendapat informasi program PTSL dari kelurahan sejak 2020. Proses mengurusnya tidak sulit asal seluruh berkas dan surat lengkap.

“Saya punya tanah di Sungai Kapih, jadi mengurusnya ke kelurahan sana. Dulu memang ada disuruh bayar semacam administrasi sebesar Rp 100 ribu. Kalau pungutan lain tidak ada,” jelasnya.

Dia pun berharap pemkot terus mengupayakan penyerahan sertifikat. Agar tanah-tanah yang ada bisa ditertibkan secara menyeluruh dan tidak bermasalah.

Load More