Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Senin, 04 Maret 2024 | 19:45 WIB
Ilustrasi PLTA di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) oleh PT Kayan Hydro Energi (KHE). [Ist]

SuaraKaltim.id - Pada Desember 2022 silam, Yayasan Pionir menggelar diskusi mengenai proyek pembangunan PLTA di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) oleh PT Kayan Hydro Energi (KHE). Diskusi yang digelar di Tanjung Selor tersebut diikuti oleh masyarakat, mahasiswa, pemerintah daerah, dan akademisi.

Yayasan Pionir bersama World Wide Fund For Nature (WWF) juga mengeluarkan kertas posisi yang isinya mengenai evaluasi 10 tahun rencana pembangunan PLTA milik PT KHE tersebut. Laporan tersebut memuat analisis dampak secara ekonomi, budaya, maupun lingkungan terhadap enam desa.

Poin penting dari diskusi itu adalah pembangunan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) yang jalan di tempat. Tak ada progress yang signifikan padahal masyarakat terdampak menanti kepastian.

Direktur Pionir Bulungan, Doni Tiaka mengatakan, proses pembangunan PLTA oleh PT KHE perlu memastikan dampaknya.

Baca Juga: Sekdaprov Kaltim Dorong Percepatan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat

Secara umum, pembangunan itu semestinya dilakukan studi Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP), yang merupakan rencana tindak penanganan dampak sosial ekonomi akibat pengadaan tanah dan pemukiman, termasuk rencana PLTA.

"Pihak investor harus memastikan studi LARAP itu sudah sesuai atau tidak. Utamanya terkait dengan rencana relokasi pemukiman desa di hulu bendungan I PLTA PT KHE, yakni Long Lejuh dan Long Pelban," kata Doni, melansir dari keterangan yang diperoleh, Senin (04/03/2024).

Di sisi lain, masyarakat kemudian was-was karena tidak ada kejelasan sejak 2012 soal nasib mereka. Laporan itu juga memuat fakta mengenai masih banyak yang belum mengetahui soal rencana PT KHE dan rencana masa depan terkait kehidupan mereka.

Ada empat rekomendasi yang diberikan kertas posisi ini terkait evaluasi 10 tahun PLTA milik PT KHE ini. Pada poin pertama membahas soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dianggap sudah terlalu lama. Bahkan Amdal dibuat saat Kabupaten Bulungan masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur.

“Amdal PLTA (PT KHE) saat ini sudah memasuki umur 10 tahun, namun belum ada evaluasi. Ini tentu sangat mempengaruhi kondisi lapangan, dengan pembangunan yang terjadi terkesan tidak dihitung perubahan yang terjadi,” tulis laporan tersebut.

Baca Juga: Basri Rase Berencana, Boyong Seluruh RT Ikut Bimtek di Luar Daerah

Kedua, kertas posisi ini mengharuskan meninjau ulang perizinan PT KHE. Rentang waktu yang lama, lebih dari satu dekade, tak ada progress yang berarti.

Load More