Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Selasa, 01 Juli 2025 | 21:27 WIB
Batu Dinding Mahakam Ulu (Mahulu). [Ist]

SuaraKaltim.id - Ancaman banjir tahunan di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) kini menjadi fokus kajian ilmiah Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kalimantan Timur (Kaltim).

Lewat pendekatan berbasis data geospasial, Brida mengusulkan solusi konkret untuk memperkuat sistem mitigasi bencana di kawasan hulu tersebut.

Hal itu disampaikan Kepala Brida Kaltim, Fitriansyah, dalam keterangannya di Samarinda, Selasa, 1 Juli 2025.

"Riset dilakukan karena banjir di Kabupaten Mahulu selalu berulang hampir tiap tahun. Riset yang kami lakukan ini berjudul Sistem Informasi Geospasial Banjir di Kabupaten Mahakam Ulu," jelas Fitriansyah, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Baca Juga: Balikpapan Gencarkan Gotong Royong Lawan Covid-19 dan Cuaca Ekstrem

Menurutnya, riset ini bertujuan tidak hanya untuk memahami pola banjir, tetapi juga mendorong lahirnya sistem deteksi dini berbasis pemantauan cuaca.

Salah satu rekomendasi kunci adalah pembangunan empat pos hujan di titik-titik strategis, yakni Kecamatan Long Apari, Long Pahangai, Long Bagun, dan Sungai Boh.

Pos hujan perlu dibangun karena banjir di Mahulu disebabkan oleh hujan, sehingga keberadaan pos akan mampu memantau curah hujan dan melakukan peringatan dini agar warga di kawasan hilir sungai bisa siaga,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pendekatan pengelolaan banjir harus dilakukan secara menyeluruh—bukan hanya saat bencana terjadi, tapi juga melalui persiapan pra-bencana dan pemulihan pasca-kejadian.

Prinsip pengurangan risiko bencana menjadi landasan utama, bukan sekadar respons darurat.

Baca Juga: Cuaca Disalahkan, Data Diabaikan: Ironi Banjir Samarinda 2025

“Pendekatan penanggulangan banjir mengacu pada pengurangan risiko bencana, bukan lagi tanggap darurat, kemudian memahami pola banjir untuk mengurangi risiko, hingga penanggulangan secara kolaboratif,” kata Fitriansyah.

Selain deteksi dini, riset ini mendorong peningkatan kesadaran publik terhadap pentingnya data tinggi muka air, komitmen pengelolaan daerah tangkapan air, serta pengembangan jaringan pos pemantauan.

Riset yang dilakukan pada 2024 ini juga mencatat kronologi banjir besar di Mahulu yang terjadi medio Mei.

Air bah mulai menggenangi Long Apari dan Long Pahangai pada 13–14 Mei, lalu bergerak ke hilir hingga merendam permukiman warga di Long Bagun, Laham, dan Long Hubung pada 15 Mei, dengan ketinggian air mencapai tiga meter.

Secara keseluruhan, banjir tersebut memengaruhi 37 dari total 50 kampung yang ada di Mahulu.

Rinciannya, enam kampung terdampak di Long Apari, 10 kampung di Long Pahangai, 13 kampung di Long Bagun, dan delapan kampung di Long Hubung.

Load More