SuaraKaltim.id - Rekomendasi diskualifikasi yang dikeluarkan Bawaslu RI untuk calon Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah dianggap tidak tepat.
Sebab, Edi merupakan pasangan tunggal yang melawan kolom kosong. Sementara pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 adalah untuk pasangan calon (paslon) yang merugikan paslon lain.
“Pada kasus ini, Bawaslu tidak cukup hati-hati. Sebab, pasal tersebut tidak berlaku karena sudah berubah di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016," kata Pengamat politik dan hukum Kalimantan Timur, Surya Irfani.
Menurutnya, pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, berbunyi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntukan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Baca Juga:Segera Naik Penyidikan, KPK Bidik Cakada Pilkada 2020 Diduga Korupsi
Sehingga, lanjut dia, pasal yang dikenakan pada Edi Damasyah tidak tepat sasaran.
Apalagi, lanjut dia, pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015, sudah tidak berlaku karena disebut disitu ketententuan pasal 71 diubah menjadi Nomor 10 tahun 2016
"Makna salah satu pasangan calon, berarti paslon lebih dari satu. Kukar itu Paslon tunggal. Pertanyaannya, siapa yang dirugikan siapa yang diuntungkan, tidak relevan dong kalau Paslon tunggal," sebutnya.
Sehingga, Surya menyebut keputusan Bawaslu RI untuk mendiskualifikasi Edi Damasyah juga tidak tepat.
"Bawaslu terkesan tidak hati-hati dan tergesa-gesa mengenakan pasal yang tidak berlaku," ucapnya.
Baca Juga:Siap-siap Ibu Kota Negara Pindah, Pemkab Kukar Kembangkan Lahan Pertanian
Disinggung terkait kolom kosong, Surya menjelaskan jika kolom kosong bukan peserta Pemilu.
Sehingga, pendukung atau relawan kolom kosong tidak seharusnya menuntut paslon tunggal, sebab suatu hal apapun.
“Ada contohnya seperti di Balikpapan. Ketika kuasa hukum menuntut tidak memenuhi unsur, karena Kolom kosong bukan peserta pemilu. Kolom kosong bukan subjek pilkada. Tapi di sisi lain, ada saja yang sering menganggu paslon. Ini seakan menjadi peserta, padahal bukan," ucapnya.
Untuk itu, lanjut dia, publik harus diberi tahu dengan jelas terkait kolom kosong. Masyarakat harus diberi pemahaman, bahwa kolom kosong bukan peserta Pemilu.
“Filosofi lahirnya putusan MK, pada prinsipnya kolom kosong itu ruang bagi siapapun yang tidak sepakat dengan calon tunggal. Bila tidak setuju, tinggal menentukan saat pemilihan di kotak suara," jelasnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Kaltim Galeh Akbar mengatakan hingga hari ini, Rabu (18/11/2020), surat rekomendasi dari Bawaslu RI belum sampai di Kaltim.
Sesuai kedudukan kelembagaan, pihaknya hanya menunggu keputusan dari Lembaga pusat.
“ Kalau perkembangannya kita juga tidak tahu seperti apa, Bawaslu Kaltim tidak dapat tembusan dari Bawaslu RI. Laporan kan di Bawaslu RI jadi penanganan nya harus di Bawaslu RI,” sebutnya.
Sejauh ini, kata dia, KPU Kabupaten Kukar masih terus menjalankan tahapan Pilkada. Pasalnya, sesuai domain KPU Kukar, hanya menunggu proses pemberhentian dari KPU RI.
“Kita akan tunggu apapun hasil dari keputusan dan langkah KPU. Ini tanggung jawab kita semua khususnya masyarakat Kukar,” katanya.
Dia meminta masyarakat Kukar untuk tetap kondusif. Sebab, jika kemudian terjadi gejolak terkait Pilkada Kukar, masyarakat Kukar sendiri yang dirugikan.
"Semua memiliki hak konstitusi, ada saluran hukum yang harus ditempuh ketika ada permasalahan. Tetap kondusif,” imbuhnya.