SuaraKaltim.id - Penuh perjuangan itu yang dilakukan Purini (33), Pendamping Keluarga Harapan (PKH) di pedalaman Kalimantan dalam tiga tahun terakhir.
Dia harus menggunakan perahu klotok dalam kesehariannya menjadi pendamping. Melewati Sungai Kahayan dengan kedalaman 10 sampai 15 meter di Kelurahan Kameloh Baru, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Tekadnya hanya satu, memanusiakan manusia dan membahagiakan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di daerah terpencil yang dilakukannya sejak 2018.
“Berdasarkan SP2D tahap 3 tahun 2021, saya diamanahi untuk mendampingi 137 KPM terdiri dari 98 di Kelurahan Kameloh baru dan 39 di Kelurahan Danau Tundai Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah,” tuturnya, disadur dari Inibalikpapan.com--Jaringan Suara.com, Rabu (27/10/2021).
Baca Juga:Jenazah Kakak Beradik yang Tenggelam di Pantai Gratis Ditemukan Terapung
Dia mengaku, memiliki rasa was-was dan khawatir sepanjang perjalanan menuju lokasi. Namun, semua itu tertutupi dengan semangat untuk memberikan informasi serta edukasi kepada para KPM tersebut.
“Setiap kali home visit ke lapangan saya anggap sebagai refreshing karena medan yang harus melewati tantangan alam yang harus menjadi sahabat,” ujarnya.
Sesuai tugas yang diemban pendamping PKH, sebagai perpanjangan tangan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia dengan ilmu, guna membuka pemikiran para KPM agar merubah hidupnya menjadi lebih baik.
“Untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan tepat guna menjadi bagian home visit, sekaligus mengobrol dan bertanya keluh-kesah KPM. Juga, bantuan yang sudah diterima digunakan untuk apa saja,” jelasnya.
Salah seorang penerima PKH, Dina (38), dari tahun 2020 dia mengaku sangat terbantu dengan kunjungan dari pendamping PKH. “Dengan adanya pendampingan dari pendamping PKH dirasakan bagus, bermanfaat dan informatif,” katanya.
Baca Juga:Jelang Derby Kaltim, Persiba Balikpapan Asah Lini Depan, Alfredo Vera Lirik Hal Ini
Dia menuturkan, komponen PKH yang diterima untuk kedua anaknya yang tengah menempuh sekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) digunakan untuk keperluan sekolah, seperti membeli seragam, buku-buku dan makanan bergizi.
Hal sama dirasakan Sadiyah (53), penerima KPM yang selalu Purini dengarkan curahan hatinya, agar ada kedekatan dan mengetahui kondisi latar belakang KPM yang didampingannya dengan baik.
Kebersamaan Purini dengan Sadiyah terlihat saat mengobrol dengan disuguhi makanan ringan khas daerah setempat.
“Inilah cara untuk mendekatkan diri dengan para penerima KPM agar mengetahui persoalan di lapangan,” kata Purini.
Dengan meningkatkan taraf hidup KPM dan terpenuhinya akses layanan pendidikan dan kesehatan menjadikan kesejahteraan sosial terwujud serta masyarakat keluar dari rantai kemiskinan sekaligus bisa mandiri.
“Semoga KPM bisa menciptakan perubahan perilaku dan mandiri melalui materi-materi yang disampaikan. Tentu saja, berharap mereka graduasi mandiri dengan sukarela undur diri dari kepesertaan jika dirasa sudah siap mandiri,” tandasnya.