SuaraKaltim.id - Korban yang melaporkan oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) rupanya mencatat tiap kejadian dugaan kasus asusila yang menimpanya. Santri yang masih di bawah umur itu, bahkan diancam agar mengaku perbuatan dilandaskan atas dasar suka sama suka.
Korban yang didampingi sang kakak sempat memperlihatkan catatan itu kepada jurnalis jaringan media ini. Salah satunya, saat pimpinan ponpes menghubungi korban melalui handphone milik santri yang lain pada Pukul 01.30 Wita dini hari.
Kemudian di waktu yang lain, korban juga diminta menyetor hafalan Al-Qur.an pukul 00.00 Wita. Hal itu diduga dilakukan di dalam kamar oknum pimpinan ponpes tersebut.
"Itu sudah jelas ada ajakan, paksaan dan kegiatan tidak masuk akal. Nelpon malam-malam," katanya, disadur dari KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com, Jumat (01/12/2023).
Baca Juga:Korban Pelecehan Seksual Oknum Pimpinan Ponpes di Bontang Catat Tiap Aksi Bejat yang Dialami
Aksi pelecehan seksual disebut pertama kali terjadi di Agustus 2022 lalu. Saat itu korban diminta datang ke kamar pimpinan ponpes untuk setor hafalan sekira pukul 00.00 Wita.
Tapi korban mengaku justru menerima pelecehan seksual dari pria yang juga terdaftar sebagai caleg dari Dapil Bontang Selatan itu.
Korban mengaku pelecehan terjadi berulang kali. Kejadian ini tentu saja sempat membuat korban depresi. Bahkan karena merasa berdosa dan tak lagi suci, korban kehilangan semangat untuk menghafal Alquran.
Ketika korban angin-anginan untuk menghafal Alquran ini, pimpinan ponpes sempat menegur dan memanggil korban ke ruang kerjanya. Saat itu korban diminta bersumpah agar lebih giat menghafal.
Ternyata tak sampai di situ, santri itu juga dipaksa bersumpah bahwa tindakan yang dilakukan pelaku terhadap korban didasari atas dasar suka sama suka.
Baca Juga:Dilaporkan Karena Kasus Asusila, Oknum Pimpinan Ponpes di Bontang Terdaftar Caleg
"Terus kok itu pelaku malah mengancam adik saya. Kalau disuruh sumpah karena mau sama mau. Itu semua ditulis di dalam catatan," kata kakak korban.
Sebelum itu terjadi, pimpinan ponpes juga sempat merusak handphone milik korban. Pasalnya, korban beberapa kali ketahuan bertelponan dengan pacarnya saat tengah malam.
Di momen lain, terduga pelaku sempat mengirim pesan kepada korban yang curiga bahwa santrinya itu hamil karena tak kunjung datang bulan. Hanya saja pesan itu diabaikan korban.
Sampai pada akhirnya pimpinan ponpes memanggil keluarga pacar korban. Sang pimpinan ingin membangun kesepakatan agar pacar pelaku mau bertanggung jawab, karena korban ternyata dalam kondisi hamil.
"Tentu kami tidak terima. Karena ini memang adik saya jadi korban. Kami tidak mau ini juga terjadi pada santri lain. Soal adik saya dan pacarnya tidak masuk dalam inti persoalan, itu kasus lain," katanya.
Kakak korban juga mengatakan seluruh bukti chat dan catatan adiknya sudah diserahkan ke Penyidik Polres Bontang.
Keluarga dan Korban Merasa Diteror
Korban dan kakaknya yang melaporkan oknum pimpinan ponpes atas dugaan pelecehan seksual mengaku mengalami aksi teror. Korban saat ini pun juga merasa trauma berat.
Kakak korban mengatakan ada 5 nomor ponsel yang menghubunginya terus menerus. Hal itu membuat dirinya tidak nyaman. Bahkan beberapa tetangganya melihat ada orang yang menunggu di rumah korban.
"Banyak saya dapat teror ponsel masuk. Terus ada juga yang datang ke rumah," kata kakak korban.